Show simple item record

dc.contributor.authorSAHRIL FADLI, 13912007
dc.date.accessioned2018-07-16T11:41:53Z
dc.date.available2018-07-16T11:41:53Z
dc.date.issued2014-11-29
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8730
dc.description.abstractUndang-undang yang mengatur kepailitan di Indonesia dapat begitu mudahnya menyatakan pailit kepada debitor yang tidak membayar utang kepada para kreditornya. Hal tersebut menarik untuk diteliti karena Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan hingga Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mampu dijadikan sebagai ultimum remidium. Hakim di pengadilan niaga tidak melihat apakah debitor itu solvent atau tidak, sehingga sangat mudah menyatakan pailitnya debitor. Mahkamah Agung kemudian dalam beberapa kasus telah membatalkan putusan pailit yang dikeluarkan pengadilan niaga, karena putusan tersebut tidak melihat hal-hal solvent maupun kepastian pembuktian sederhana. Penulis mengambil contoh kasus, Paul Sukran S.H., v. PT. Asuransi Manulife Indonesia, Heryono, Nugroho, dan Sayudi v. PT. Dirgantara Indonesia dan PT. Prima Jaya Informatika v. PT. Telekomunikasi Seluler. Penelitian yang akan dilakukan nantinya memiliki tujuan utama yaitu, dapat berkontribusi pada perkembangan hukum kepailitan di Indonesia, dengan mengelaborasi serta menghubungkan asas-asas hukum kepailitan dengan nilainilai universal maqa>s}id asy-Syari>’ah serta asas-asas muamalat terhadap aturan kepailitan. Aturan mengenai kepailitan di Indonesia ke depannya harus menjadi ultimum remidium dengan berlandaskan asas maupun nilai-nilai tersebut. Hal-hal tersebut dapat mewujudkan nilai-nilai mas}lah}ah bukan hanya untuk yang menganut agama Islam di Indonesia, tapi bagi seluruh bangsa Indonesia. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan normatif, Artinya penelitian ini berangkat dari latar belakang masalah yang ada, kemudian ditinjau dengan menggunakan beberapa pendekatan normatif, yakni; pendekatan perundang-undangannya, pendekatan analitis dan pendekatan kasus (contoh kasus-kasus di atas). Penelitian ini objeknya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan putusan-putusan hakim terkait perkara kepailitan. Cara pengelolaan bahan hukum tersebut dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu hal yang bersifat umum terhadap permasalahan yang bersifat khusus dan konkret yang dihadapi. Hasil penelitian menunjukan bahwa, putusan-putusan pailit dalam permohonan pernyataan pailit belum sebagai ultimum remidium. Permohonan pernyataan pailit seharusnya dipahami sebagai ultimum remidium demi terciptanya mas}lah}ah dalam kehidupan. Undang-Undang Kepailitan di masa mendatang harus dapat menjelaskan secara rinci dan mudah dipahami apa itu utang, jatuh tempo dan dapat ditagih, kreditor, debitor, menyentuh stakeholder, efek domino dan mengadakan insolvency test dalam permasalahan kepailitan, sehingga para hakim nantinya akan dapat menggunakannya sebagai ultimum remidium. Syaratnya sebagai ultimum remidium adalah harus mengadopsi dan mengutamakan asas-asas kepailitan, nilai nilai universal maqa>s}id asy-Syari>’ah dan asas-asas muamalat, karena hal ini akan memberi mas}lah}ah dan menghindari mad}arat dalam kepailitan untuk bangsa Indonesia.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titlePERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT SEBAGAI ULTIMUM REMIDIUMen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record