Show simple item record

dc.contributor.authorBAMBANG PURWADI NUGROHO, 0991 241 2
dc.date.accessioned2018-07-16T11:40:21Z
dc.date.available2018-07-16T11:40:21Z
dc.date.issued2011-04-23
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8724
dc.description.abstractKeberadaan Inspektorat Kabupaten Bantul sebagai lembaga pengawasan fungsional internal di daerah merupakan tindak lanjut PP No. 79 Tahun 2005 sebagai amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pada Pasal 218 Ayat (1) Huruf a yang menyatakan: Pengawasan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan Pasal 218 Ayat (2) menyatakan: Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam realita djjumpai danya dugaan pengawasan fungsional intern di daerah lemah dan tidak optimal yang berujung dengan masih banyaknya penyimpangan dan temuan pengawasan. Untuk itu Penulis melakukan penelitian, dan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum non doktrinal/empiris dengan pendekatan yuridis dan sosiologis hukum, obyek penelitian adalah Inspektorat Kabupaten Bantul dengan sasaran: Inspektur, para Irban, para Auditor di Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Auditan(Bappeda, DPAKD, Dinas Pariwisata, DPU, Dinas Pendidikan dan Dinas Sumberdaya Air). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan langkah paling akhir adalah dengan melakukan penarikan kesimpulan secara induktif. - Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa implementasi pengawasan fungsional intern oleh Inspektorat Kabupaten Bantu1 atas belanja daerah 2006-2009 dilaksanakan oleh Auditor masih lemah dan belum optimal, belum dilaksanakannya pengawasan urusan oleh P2UPD, jenis pemeriksaan yang dilaksanakan umurnnya audit operasional yang bersifat "post audit". Dalarn praktek ada kendala intern yakni: SDM belurn memadai, sarana prasarana dan dana terbatas, lemahnya struktur pengawasan, kualitas output pengawasan rendah dan kode etik belum ada. Kendala ehtern yakni: kurangnya kesadaran pengawasan dan keterpaduan sistem pengawasan, lemahnya koordinasi, tindak lanjut serta regulasi sasaran pengawasan. Untuk mengatasi kendala di atas guna mewujudkan Pemerintahan Kabupaten Bantul yang baik (Good Governance), maka perlu dilakukan optimalisasi pemberdayaanlpenguatan peran dan fungsi Inspektorat Kab. Bantul melalui: Kebijakan peningkatan SDM; peningkatan sarpras dan pembuatan Permendagri penyusunan anggaran minimal 1 % APBD; penyusunan Peraturan Bupati tentang P2UPD; pelaksanaan pengawasan urusan melalui pendekatan Kontrol A-PRIORI (QUALITY ASSURANCE) dan Non Assurance (konsultating, asistensi, monev urusan); pengaturan mekanisme kerja Auditor-P2UPD dan penyempurnaan sisdur berupa: kode etik dan tim kehormatan, eselonering Inspektur setingkat Sekda, Inspektur masuk panitia anggaran; peningkatan output kualitas LHP, sistematika laporan tindak lanjut sesuai Permendagri 2312007; kebijakan reward punishment atas respon tindak lanjut; perlu regulasi batas waktu tindak lanjut dan penghapusan temuan pengawasan; peningkatan kualitas kordinasi dan kerja sama pengawasan melalui: penyusunan PKPT, Rakonvas, Koord. Pemutakhiran Data Tindak Lanjut, limpahan audit dan Joint Audit; serta perlu singkronisasi regulasi sasaran pengawasan dan penerapan PP 60/2008 SPIP secara nyata.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleIMPLEMENTASI PENGAWASAN FUNGSIONAL Dl PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL MENURUT UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAHen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record