dc.description.abstract | Keberadaan Inspektorat Kabupaten Bantul sebagai lembaga pengawasan
fungsional internal di daerah merupakan tindak lanjut PP No. 79 Tahun 2005 sebagai
amanah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya
pada Pasal 218 Ayat (1) Huruf a yang menyatakan: Pengawasan atas penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi pengawasan atas
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan Pasal 218 Ayat (2) menyatakan:
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf a dilaksanakan oleh aparat
pengawas intern pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam
realita djjumpai danya dugaan pengawasan fungsional intern di daerah lemah dan tidak
optimal yang berujung dengan masih banyaknya penyimpangan dan temuan pengawasan.
Untuk itu Penulis melakukan penelitian, dan dalam penelitian ini
menggunakan jenis penelitian hukum non doktrinal/empiris dengan pendekatan yuridis dan
sosiologis hukum, obyek penelitian adalah Inspektorat Kabupaten Bantul dengan sasaran:
Inspektur, para Irban, para Auditor di Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Auditan(Bappeda,
DPAKD, Dinas Pariwisata, DPU, Dinas Pendidikan dan Dinas Sumberdaya Air). Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling sedangkan teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara
deskriptif kualitatif dan langkah paling akhir adalah dengan melakukan penarikan
kesimpulan secara induktif.
- Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa implementasi pengawasan fungsional intern oleh Inspektorat Kabupaten Bantu1 atas belanja daerah 2006-2009
dilaksanakan oleh Auditor masih lemah dan belum optimal, belum dilaksanakannya
pengawasan urusan oleh P2UPD, jenis pemeriksaan yang dilaksanakan umurnnya audit
operasional yang bersifat "post audit". Dalarn praktek ada kendala intern yakni: SDM
belurn memadai, sarana prasarana dan dana terbatas, lemahnya struktur pengawasan,
kualitas output pengawasan rendah dan kode etik belum ada. Kendala ehtern yakni:
kurangnya kesadaran pengawasan dan keterpaduan sistem pengawasan, lemahnya
koordinasi, tindak lanjut serta regulasi sasaran pengawasan. Untuk mengatasi kendala di
atas guna mewujudkan Pemerintahan Kabupaten Bantul yang baik (Good Governance),
maka perlu dilakukan optimalisasi pemberdayaanlpenguatan peran dan fungsi Inspektorat
Kab. Bantul melalui: Kebijakan peningkatan SDM; peningkatan sarpras dan pembuatan
Permendagri penyusunan anggaran minimal 1 % APBD; penyusunan Peraturan Bupati
tentang P2UPD; pelaksanaan pengawasan urusan melalui pendekatan Kontrol A-PRIORI
(QUALITY ASSURANCE) dan Non Assurance (konsultating, asistensi, monev urusan);
pengaturan mekanisme kerja Auditor-P2UPD dan penyempurnaan sisdur berupa: kode etik
dan tim kehormatan, eselonering Inspektur setingkat Sekda, Inspektur masuk panitia
anggaran; peningkatan output kualitas LHP, sistematika laporan tindak lanjut sesuai
Permendagri 2312007; kebijakan reward punishment atas respon tindak lanjut; perlu
regulasi batas waktu tindak lanjut dan penghapusan temuan pengawasan; peningkatan
kualitas kordinasi dan kerja sama pengawasan melalui: penyusunan PKPT, Rakonvas,
Koord. Pemutakhiran Data Tindak Lanjut, limpahan audit dan Joint Audit; serta perlu
singkronisasi regulasi sasaran pengawasan dan penerapan PP 60/2008 SPIP secara nyata. | en_US |