Show simple item record

dc.contributor.authorEDNY WULANDARI, 03 M 0015
dc.date.accessioned2018-07-16T11:22:37Z
dc.date.available2018-07-16T11:22:37Z
dc.date.issued2015-01-29
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8697
dc.description.abstractPenulisan dalam tesis ini di latar belakangi oleh perbedaan hubungan hukum antara bank dengan nasabah dalam perjanjian kredit pada perbankan konvensional dan hubungan hukum antara bank sebagai shohibul maal dengan nasabah sebagai mudharib dalam perjanjian pembiyaan pada perbankan syariah. Hubungan hukum antara bank dan nasabah pada perbanakan konvensional adalah hubungan hukum hutang piutang( Debitur Kreditur)dimana sudah jelas hak kewajiban dan tanggung jawabnya. Sedangkan hubungan hukum antara shahibul maal (bank) dan mudharib (nasabah) dalam perjanjian pembiayaan pada perbankan syariah hubungan hukumnya adalah hubungan hokum kemitraan, dimana perlu digali lebih dalam lagi bagaimana hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yaitu shahibulmaal (bank) dan mudharib (nasabah). Tesis ini menitikberatkan pada hubungan hukum shahibul maal (bank) dengan mudharib (nasabah) dalam perjanjian pembiayaan mudharabah, hal ini dikarenakan pembiayaan mudharabah mempunyai resiko yang sangat besar dibandingkan dengan pembiayaan yang lain pada perbankan syariah.Tesis ini ditulis dengan pendekatan normatif yang menitik beratkan pada pada penggunaan bahan bahan hukum yang berasal dari studi kepustakaan dan dokumentasi sehingga tulisan ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis atau tidak ada uji hipotesis. Analisis yang digunakan adalah analisis isi( content analysis) yang disajikan dalam bentuk diskriptif kualitatif. Hubungan hukum yang lahir dari perjanjian pembiayaan pada perbankan syariah adalah hubungan hukum kemitraan / partnership. Dalam terminologi huku mudharabah adalah suatu kontrak dimana suatu kekayaan (property) atau persediaan (stock) tertentu ditawarkan oleh pemiliknya atau pengurusnya kepada pihak lain untuk membentuk suatu kemitraan ( joint partnership) yang diantara kedua belah pihak dalam kemitraan itu akan berbagi keuntungan, pihak yang lain berhak untuk memperoleh keuntungan karena kerjanya mengelola kekayaan itu ( mudharib) Pembiayaan mudharabah merupakan perjanjian kepercayaan (Uqud Amanah) maka masing masing pihak dituntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung tinggi keadilan untuk kepentingan bersama. Hubungan hukum antara shahibul maal dengan mudharib pada pembiayaan mudharabah akan melahirkan hak, kewajiban, dan tanggung jawab pada masing–masing pihak baik itu pada shahibul maal maupun pada mudharib. Pada prinsipnya pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun mengingat besarnya resiko dan demi melindungi kepentingan shahibul mal maka Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui fatwanya no. 07/ DSN-MUI/ IV/ 2000 mengijinkan shahibul maal (Bank) untuk meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya data dicairkan apa bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal–hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Jadi jaminan hanya untuk menunjukkan keseriusan dan mencegah mudharib melakukan penyelewengan.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleBENTUK HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAHen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record