dc.description.abstract | Perkemtangan pemerintahan desa di Indonesia memiliki nilai yang sangat
strategis berkaitiln dengan pertumbuhan demokratisasi dan perekonomian rakyat
mengingat mayoritas masyarakat Indonesia merupakan penduduk pedesaan. Sistem
pemerintahan desa telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda hingga reformasi.
Dalam upaya pemberdayaan desa yang meliputi unsur pemerintahan dan masyarakat
perlu otonomi desa dm eksistensi peraturan hukum, telah banyak peraturan perundangundangan
dikeluarkan yang mengatur tentang otonomi desa mulai dari Undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan daerah hingga peraturan desa. Namun yang menjadi
pertnasalahan adalah minimnya potensi desa dan kurang mempunyai aparatur desa yang
mengimplementasikan peraturan desa yang sekaligus dipengaruhi oleh kultur
masyardcat adat.
Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah: apakah bentuk
perwujudan dan penerapan Otonomi Desa? Dan apa yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan otanomi desa?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah bentuk perwujudan dan
penerapan otonomi desa yarlg diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahur~2 004, dan
apakah yang menjrdi penghambat dalam pelaksanaan otonomi desa.
Metole penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif analisis dengan
pendekatan yuridis noamatif untuk mengetahui implementasi Otonomi Desa menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Penelitian ini mengambil lokasi pada 2 (dua)
desa di kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar Propinsi Riau yakni Desa
Sendayan dan Desa Kampung Panjang yang tidak memspesifikasi sampel pada desa
tertentu untuk dapat melihat fenomena dan karakteristik masing-masing desa secara
utuh.
Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah Otonomi Desa telah berjalan
sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, peran dari pemerintahan desa
yakni Kepala Desa, BPD dan Lembaga Masyarakat Desa dalam membuat suatu
keputusan dan kebijakan telah berjalan, hak penentu di aqyarakat desa. Tidak lagi
tergantung kepada pemerintahan daerah, Bupati ataupun camat. Pemerintah propinsi
mengeluarkan dana untuk honorer Kepala Desa dan juga pemerintah kabupaten
sebagaimana yang telah dianggarkan dalam APBD Kabupaten ada dana untuk
pembayaran gaji kepala desa, BPD, Lembaga Masyarakat Desa serta pengurus PKK,
pembangunan di desa berbentuk fisik merupakan tanggungjawab dari kabupaten.
Penerapan peramran perundang-undangan (law enforcement), khususnya
peraturan desa belum menunjukan hasil yang mel~luaskan walaupun peraturan desa
tersebut sudah menjadi legitimasi kekuasaan pemerintahan desa untuk mengatur dan
memberdayaltan pemerintahan desa, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan
porensi pemerintahan desa dengan pembinaan dari kabupaten dan pemerintahan pusat.
Meskipun dana telah dikeluarkan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten namun untuk
operasional Kepala Desa, BPD, dan Lembaga Masyarakat Desa belum memadai. | en_US |