dc.description.abstract | Indonesia merupakan negara yang berdiri dan berkembang di bawah sebuah
konstruksi berdasarkan hukum, selain itu Indonesia juga negara demokrasi yang
berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat. Pemilihan Kepala Daerah merupakan
implementasi perwujudan dari nilai-nilai demokrasi yang memberi wewenang
besar bagi masyarakat untuk memilih secara langsung pemimpinnya. Setelah era
reformasi kontestasi Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia yang
diselenggarakan secara rutin setiap lima tahun sekali selalu dilaksanakan dengan
partisipasi lebih dari dua pasangan calon. Ini dapat dipastikan terjadi di seluruh
wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Tetapi belakangan timbul
kontroversi dan kegaduhan politik, karena fenomena adanya beberapa daerah
diantaranya Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Timur
Tengah Utara dalam tahapan Pemilihan Kepala Daerah yang hanya terdapat
satu pasangan calon tunggal. Ketiga daerah tersebut awalnya terancam
mengalami penundaan, sebagaimana telah dicantumkan dalam pasal 49 ayat (8)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala daerah,
menyatakan bahwa “Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7) menghasilkan pasangan calon tunggal yang telah memenuhi persyaratan
kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah ditunda, hal tersebut tentunya akan berdampak negatif bagi
keberlangsungan pesta demokrasi ke depan. Oleh karena itu Mahkamah
Konstitusi telah mengeluarkan putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015, yang pada
pokoknya menciptakan norma hukum memperbolehkan daerah yang hanya
memiliki satu pasangan calon tunggal tetap dilaksankan dalam tahapan
Pemilihan Kepala daerah dengan memilih “Setuju” dan “Tidak Setuju”. Putusan
tersebut belum menyelesaikan persoalan secara menyeluruh, mengingat ada
indikasi tidak adanya kepastian hukum karena tidak ada batasan aturan yang
jelas sampai periode pemilihan apabila ternyata Calon tunggal tersebut suara
perolehannya kalah dengan yang tidak setuju. Untuk itu penulis berkesimpulan
mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala
Daerah belum mengakomodir keberadaan calon tunggal, meskipun Mahkamah
Konstitusi telah mengeluarkan putusan hasil Judicial Review.Harapan ke depan
semoga Indonesia dapat menjadi Negara Demokrasi yang berdaulat,kuat dengan
aturan hukum perundang-undangan yang tepat, serta terkontrol oleh sistem
hukum yang berlaku. Sehingga perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi
permasalahan aturan hukum berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah guna
mengakomodir eksistensi calon tunggal. | en_US |