dc.description.sponsorship | Akibat dari erupsi merapi banyak warga yang bermukim di sekitar kawasan
bencana merapi yang kehilangan tempat tinggal sehingga harus direlokasi. Tindak lanjut
dari bahaya Merapi, maka di Kabupaten Sleman ditetapkan Kawasan Rawan Bencana
(KRB) Merapi. Penetapan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi 2010 mengakibatkan
sejumlah desa masuk ke dalam klasifikasi kawasan tidak layak huni dan harus direlokasi.
Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut permasalahan baru timbul karena 41,70%
warga tidak mau direlokasi.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui latar
belakang larangan mendirikan bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III pasca
erupsi Merapi 2010, untuk mengetahui latar belakang warga kembali mendirikan
bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III pasca erupsi Merapi 2010, dan untuk
mengetahui penegakan hukum terhadap warga yang mendirikan bangunan di Kawasan
Rawan Bencana (KRB) III. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris,
dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, penulis melakukan beberapa
serangkaian penelitian yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data
kepustakaan maupuan data lapangan kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis
data, yang dilakukan mengunakan analisis deskriptif kualitatif.
Kesimpulan hasil penelitian bahwa latar belakang larangan mendirikan
bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi pasca erupsi Merapi 26 Oktober
2010 adalah Ketiganya berpotensi terkena dampak bencana namun yang menunjukan
tingkat bahaya yaitu hierarkhi Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, Kawasan rawan
bencana III dibagi menjadi dua area terdampak langsung dan area tidak terdampak
langsung, area terdampak langgsung adalah kawasan yang sama sekali tidak boleh dihuni
dan didirikan bangunan serta harus direlokasi karna dekat dengan sumber bahaya . Faktor
yang melatar belakangi masyarakat membangun kembali bangunan tempat tinggal di
Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi yaitu, faktor lokal, hunian yang dijanjikan
pemerintah tidak sesuai dengan harapan masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat
yang berada di Kawasan Rawan Bencana. Penegakan hukum terhadap warga yang
mendirikan Bangunan di Kawasan Rawan Bencana Pasca Erupsi tahun 2010 masih sulit
direalisasikan atau belum dapat direalisasikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP), maupun oleh Pemerintah Daerah. Selama ini aparat yang berkepentingan hanya
sebatas melakukan sosialisasi dan sanksi administartif berupa peringatan secara lisan
maupun tertulis, serta penghentian bantuan berupa uang terhadap masyarakat di Kawasan
Rawan Bencana III. | en_US |