Show simple item record

dc.contributor.authorCHORY PRIMA SARI, 11912730
dc.date.accessioned2018-07-16T11:17:24Z
dc.date.available2018-07-16T11:17:24Z
dc.date.issued2015-09-12
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8678
dc.description.sponsorshipAkibat dari erupsi merapi banyak warga yang bermukim di sekitar kawasan bencana merapi yang kehilangan tempat tinggal sehingga harus direlokasi. Tindak lanjut dari bahaya Merapi, maka di Kabupaten Sleman ditetapkan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi. Penetapan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi 2010 mengakibatkan sejumlah desa masuk ke dalam klasifikasi kawasan tidak layak huni dan harus direlokasi. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut permasalahan baru timbul karena 41,70% warga tidak mau direlokasi. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang larangan mendirikan bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III pasca erupsi Merapi 2010, untuk mengetahui latar belakang warga kembali mendirikan bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III pasca erupsi Merapi 2010, dan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap warga yang mendirikan bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, dalam rangka memperoleh data yang diperlukan, penulis melakukan beberapa serangkaian penelitian yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data kepustakaan maupuan data lapangan kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis data, yang dilakukan mengunakan analisis deskriptif kualitatif. Kesimpulan hasil penelitian bahwa latar belakang larangan mendirikan bangunan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi pasca erupsi Merapi 26 Oktober 2010 adalah Ketiganya berpotensi terkena dampak bencana namun yang menunjukan tingkat bahaya yaitu hierarkhi Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, Kawasan rawan bencana III dibagi menjadi dua area terdampak langsung dan area tidak terdampak langsung, area terdampak langgsung adalah kawasan yang sama sekali tidak boleh dihuni dan didirikan bangunan serta harus direlokasi karna dekat dengan sumber bahaya . Faktor yang melatar belakangi masyarakat membangun kembali bangunan tempat tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi yaitu, faktor lokal, hunian yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan harapan masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat yang berada di Kawasan Rawan Bencana. Penegakan hukum terhadap warga yang mendirikan Bangunan di Kawasan Rawan Bencana Pasca Erupsi tahun 2010 masih sulit direalisasikan atau belum dapat direalisasikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), maupun oleh Pemerintah Daerah. Selama ini aparat yang berkepentingan hanya sebatas melakukan sosialisasi dan sanksi administartif berupa peringatan secara lisan maupun tertulis, serta penghentian bantuan berupa uang terhadap masyarakat di Kawasan Rawan Bencana III.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectPenegakan Hukumen_US
dc.subjectMendirikan Bangunanen_US
dc.subjectKawasan Rawan Bencana Merapien_US
dc.titlePENEGAKAN HUKUM TERHADAP WARGA YANG MENDIRIKAN BANGUNAN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PASCA ERUPSI MERAPI 2010 DI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record