PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN PADA BPR TARUNA ADIDAYA SANTOSA KUDUS
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) penerapan prinsip kehati-hatian BPR Taruna Adidaya Sentosa terapkan dalam usaha perkreditan yang dilakukan oleh BPR, 2) pelanggaran prinsip kehati-hatian yang terjadi pada BPR Taruna Adidaya Sentosa, 3) akibat hukum yang timbul dari pelanggaran prinsip kehati-hatian, serta 4) tindakan preventif yang dilakukan oleh BPR Taruna Adidaya Sentosa sebagai upaya mengurangi terjadinya pelanggaran prinsip kehati-hatian tersebut. Salah satu resiko yang tidak dapat dihindari oleh bank adalah resiko kreditor tidak membayar kreditnya secara lancar atau bahkan tidak di bayar atau yang biasa disebut dengan kredit macet. Tingginya tingkat kredit macet di BPR salah satunya disebabkan oleh kurangnya prinsip kehati-hatian, seperti yang terjadi di BPR Taruna Adidaya Sentosa ketika ada calon debitur yang disetujui pengajuan kreditnya tanpa melalui analisa lebih lanjut yaitu tanpa melakukan kunjungan on the spot. Prinsip kehati-hatian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan). Prinsip ini sangatlah penting dalam rangka perlindungan hukum bagi nasabah serta bagi bank itu sendiri. Karena dengan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian nasabah akan lebih percaya kepada bank untuk menyimpan uangnya di bank tersebut. Penelitian ini bersifat empiris karena penelitian ini tidak hanya melihat permasalahan dari pandangan hukum normatif saja tetapi juga melihat dari aspek sosial juga. Data diperoleh dengan teknik wawancara dan studi pustaka Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) BPR Taruna Adidaya Sentosa berdasarkan SOP permohonan kredit, prosedur dan kebijakan kredit sudah melaksanakan prinsip kehati-hatian berupa persyaratan kredit, melakukan survey, penilaian agunan, usulan kredit, analisa kredit, lalu persetujuan kredit; 2) Pelanggaran prinsip kehati-hatian yang terjadi adalah a) tidak dilakukannya peninjauan lokasi oleh account officer saat dilakukannya permohonan kredit oleh calon debitur, b) diperbolehkannya agunan dengan atas nama pihak ketiga, a) tidak ditemukannya aturan mengenai manajemen resiko pada SOP; 3) akibat hukum dari pelanggaran berupa tidak melakukan peninjauan on the spot adalah: a) bagi pegawai yang lalai akan dikenakan sanksi sedangkan pada debitur akan dilakukan pelelangan terhadap asset yang digunakan sebagai jaminan. Akibat hukum dari pelangggaran berupa jaminan yang menggunakan nama orang ketiga yaitu: a) bagi BPR adalah timbulnya kredit macet, b) bagi debitur, harus bertanggung jawab terhadap pemilik jaminan; 4) tindakan preventif yang dilakukan adalah menerbitkan form cek lingkungan yang harus diisi oleh account officer, dan ditandatangani oleh account officer beserta supervisor. tidak diperbolehkannya lagi menggunakan jaminan tanah yang sertifikatnya atas nama orang ketiga . Penelitian ini juga merekomendasikan beberapa hal antara lain: 1) manajemen resiko segera diatur dalam SOP; 2) perlu segera mengatur pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, 3) kecukupan kebijakan prosedur, dan penetapan limit manajemen resiko; 4) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian resiko
xvii
serta sistem informasi manajemen risiko; 5) sistem pengendalian intern yang menyeluruh; 6) perlunya pelatihan, pembinaan, serta pengawasan yang berkaitan kesehatan bank, dan penerapan prinsip kehati-hatian bank, 7) dibuat peraturan yang tegas dan jelas mengenai prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan multitafsir.
Collections
- Law [2361]