IMPLIKASI PUTUSAN MK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI KUA LELEA KABUPATEN INDRAMAYU (STUDI PUTUSAN MK NO.69/PUU/XII/2015 DAN SURAT EDARAN DUKCAPILNO.472.2/5876/DUKCAPIL)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaku perkawinan campuran yang melakukan perjanjian perkawinan pasca nikah di KUA Lelea Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat (studi putusan MK No.69/VII/PUU/2015 serta Surat edaran Dukcapil tanggal 17 Mei 2017 tentang pelaksanaan dan Pencatatan Perjanjian Perkawinan). Rumusan masalah yang diajukan yaitu: Bagaimana implikasi putusan MK No.69/PUU/XIII/2015 setelah adanya surat edaran dukcapil NO.472.2/5876/DUKCAPIL?; Apakah KUA harus melaksanakan putusan MK No.69/PUU/XIII/2015 dan Surat Edaran dukcapil NO.472.2/5876/DUKCAPIL? Penelitian dilakukan dengan pendekatan normatif dan empiris, analisis dengan menggunakan bahan primer dan sekunder, disajikan secara kualitatif berangkat dari metode deduktif, untuk mendapatkan kesimpulan. Penelitian ini biasanya menggunakan sumber data primer yakni wawancara dengan pihak terkait dari sumber data sekunder yakni perundang-undangan, surat kabar, literatur, teori-teori maupun konsep hukum. Hasil penelitian pertama berdasarkan Undang-undang no 1 Tahun 1974 dan Putusan MK no.60/PUU-XIII/2015 dimana Untuk dapat mempertahankan status Hak Milik dan Hak Guna Bangunan pelaku perkawinan campuran, kedua pihak wajib untuk melakukan perjanjian pisah harta sesuai dengan rekomendasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU/XIII/2015 serta perihal pencatatan dan pelaporannya direalisasikan pada Surat Edaran Dukcapil no.472.2/5876/DUKCAPIL, perjanjian pisah harta dapat dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Kedudukan Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat,sesuai dengan pasal 24c Undang-undang Dasar 1945 Mahkamah Konstitusi berhak mengadili dan menguji Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar. Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materil sebagian yakni pada pasal 29 ayat (1),ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang perkawinan No 1 1974. Dalam isi putusan tersebut merubah makna yang sebelumnya perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu, sebelum perkawinan dilangsungkan kemudiam terdapat penambahan frasa selama perkawinan berlangsung, dalam artian perjanjian perkawinan dapat dilakukan kapan saja. Bahkan setelah perkawinan. Putusan MK yang bersifat mengikat dan final harus diterapkan bahkan dalam hal ini pada Kantor Urusan Agama (KUA) yang melaksanakan pencatatan perkawi nan.Hasil penelitian kedua pada hal ini KUA seharusnya mengakomodir putusan MK dan Surat Edaran Dukcapil tesebut. Yakni dengan mengabulkan permohonan Perjanjian pisah harta. Karena atas putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Kata Kunci : putusan mahkamah konstitusi, surat edaran dukcapil, kantor urusan agama
Collections
- Law [2504]