Show simple item record

dc.contributor.advisorSri Hastuti Puspita Sari, SH., M.H
dc.contributor.authorRani, Diana, 13410573
dc.date.accessioned2018-04-23T12:59:27Z
dc.date.available2018-04-23T12:59:27Z
dc.date.issued2017-03-17
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/6830
dc.description.abstractPresiden memiliki kekuasaan tertinggi di NKRI, termasuk dalam mengeluarkan perppu sebagai kekuasaan yang dimiliki presiden. Pasal 22 ayat (1) mengatur bahwa dalam kegentingan yang bersifat memaksa Presiden dapat mengeluarkan Perppu. Belakangan ini kasus kekerasan seksual pada anak semakin meningkat dan dilakukakan dengan cara sadis. Semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak , Presiden mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini mengubah dan menambahkan pasal-pasal di dalamnya. Dalam pasal tersebut ada pasal yang menjadi perhatian adalah hukuman kebiri. Penerbitan perppu dikeluarkan karena ada suatu kegentingan yang bersifat memaksa. Permasalahan dari perppu ini adalah urgensi di terbitkan nya Perppu Nomor 1 Tahun 2016 dan unsur-unsur yang bersifat memaksa dalam penerbitan perppu ini. Skripsi ini menggunakan sumber data sekunder dan pendekatan normatif. Urgensi diterbitkannya perppu Meningkatnya kekerasan dan kejahatan seksual pada anak baik secara kualitas (modus/bentuk kejahatan) maupun kuantitas (jumlah kasus kejahatan seksual pada anak), desakan masyarakat yang menginginkan agar pelaku kejahatan terhadap anak khusunya kejahatan seksual untuk diberi hukuman kebiri, serta adanya penegakan hukum pada kejahatan anak yang dinilai masih kurang memberi efek jera kepada pelaku dan di anggap belum adil bagi korban Pada pembahasan kedua menganalisis unsur-unsur kegentingan yang memaksa dalam penerbitannya. unsur pertama belum terpenuhi karena kejahatan seksual pada anak karena ancaman kejahatan tersebut belum menyeluruh atau sebagian di wilayah Indonesia, hanya beberapa kota di Indonesia. Kemudian kebutuhan yang mengharuskan sebagai unsur kedua juga belum terpenuhi karena kejahatan seksual pada anak telah ada dalam UU yang mengatur dan tidak membutuhkan Perppu. UU yang mengatur yakni UU Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Terhadap UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Serta kondisi negara dalam keadaan normal dan dapat ditangani dengan hukum yang berlaku. Serta keterbatasan waktu sebagai unsur ketiga pada kasus ini juga belum terpenuhi bahwa penerbitan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak masih dapat diupayakan dengan hukuman maksimal melalui pengadilan dan jika akan ada hukuman tambahan dapat melalui proses legislasi di DPR, dengan merubah UU Nomor 11 Tahun 12 Tentang pengadilan Anak.id
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaid
dc.subjectPeppu Nomor 1 Tahun 2016id
dc.subjectHukum Tata Negara Daruratid
dc.subjectKekuasaan Presidenid
dc.titleKeadaan Kegentingan Yang Memaksa Dalam Penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anakid
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record