Keadaan Kegentingan Yang Memaksa Dalam Penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Abstract
Presiden memiliki kekuasaan tertinggi di NKRI, termasuk dalam
mengeluarkan perppu sebagai kekuasaan yang dimiliki presiden. Pasal 22
ayat (1) mengatur bahwa dalam kegentingan yang bersifat memaksa
Presiden dapat mengeluarkan Perppu. Belakangan ini kasus kekerasan
seksual pada anak semakin meningkat dan dilakukakan dengan cara sadis.
Semakin meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak , Presiden
mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini
mengubah dan menambahkan pasal-pasal di dalamnya. Dalam pasal
tersebut ada pasal yang menjadi perhatian adalah hukuman kebiri.
Penerbitan perppu dikeluarkan karena ada suatu kegentingan yang
bersifat memaksa. Permasalahan dari perppu ini adalah urgensi di
terbitkan nya Perppu Nomor 1 Tahun 2016 dan unsur-unsur yang bersifat
memaksa dalam penerbitan perppu ini. Skripsi ini menggunakan sumber
data sekunder dan pendekatan normatif. Urgensi diterbitkannya perppu
Meningkatnya kekerasan dan kejahatan seksual pada anak baik secara
kualitas (modus/bentuk kejahatan) maupun kuantitas (jumlah kasus
kejahatan seksual pada anak), desakan masyarakat yang menginginkan
agar pelaku kejahatan terhadap anak khusunya kejahatan seksual untuk
diberi hukuman kebiri, serta adanya penegakan hukum pada kejahatan
anak yang dinilai masih kurang memberi efek jera kepada pelaku dan di
anggap belum adil bagi korban Pada pembahasan kedua menganalisis
unsur-unsur kegentingan yang memaksa dalam penerbitannya. unsur
pertama belum terpenuhi karena kejahatan seksual pada anak karena
ancaman kejahatan tersebut belum menyeluruh atau sebagian di wilayah
Indonesia, hanya beberapa kota di Indonesia. Kemudian kebutuhan yang
mengharuskan sebagai unsur kedua juga belum terpenuhi karena
kejahatan seksual pada anak telah ada dalam UU yang mengatur dan
tidak membutuhkan Perppu. UU yang mengatur yakni UU Nomor 35
Tahun 2014 Perubahan Terhadap UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Serta kondisi negara dalam keadaan normal dan
dapat ditangani dengan hukum yang berlaku. Serta keterbatasan waktu
sebagai unsur ketiga pada kasus ini juga belum terpenuhi bahwa
penerbitan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak masih dapat
diupayakan dengan hukuman maksimal melalui pengadilan dan jika akan
ada hukuman tambahan dapat melalui proses legislasi di DPR, dengan
merubah UU Nomor 11 Tahun 12 Tentang pengadilan Anak.
Collections
- Law [2389]