Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Aroma Elmina Martha, S.H., MH.
dc.contributor.authorMoammar Zuldiawansyah, 13410342
dc.date.accessioned2018-04-23T12:28:24Z
dc.date.available2018-04-23T12:28:24Z
dc.date.issued2018-04-12
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/6821
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara menentukan obat bisa dikategorikan psikotropika atau bukan sebagaimana yang telah ditentukan oleh UU. No. 5 tahun 1997, yang mana dalam undang-undang tersebut tidak diatur ciri-ciri obat yang dikategorikan psikotropika, melihat dari sebuah kasus yang mana tertangkap Tora Sudiro atas kepemilikan obat dumolid, dalam kasus ini obat dumolid dikategorikan psikotropika menurut undang-undang psikotropika , namun disini masih menimbulkan pertanyaan mengapa dumolid dikategorikan psikotropika , rumusan masalah yaitu: bagaimana menentukan kriteria obat dikategorikan psikotropika atau bukan? Mengapa dalam kasus Tora Sudiro obat dumolid dinyatakan psikotropika menurut UU. No. 5 tahun 1997 padahal telah dijual bebas di apotek? Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis empiris. Data penelitian dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum dari BNN (Badan Narkotika Nasional) dan dari pihak kesehatan yaitu dokter. Analisis dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan dipadukan dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil studi ini menunjukkan bahwa obat walaupun telah dijual bebas di apotek tetap dapat dikategorikan sebagai psikotropika apabila dilakukan pengecekan secara lab oleh pihak BNN dan dinyatakan positif mengandung obat keras yang mana tergolong dalam golongan II, III, dan/atau IV, karena hanya golongan-golongan itu yang dapat digunakan sebagai bagian dari obat-obatan, sedangkan dari segi kesehatan obat dikategorikan sebagai psikotropika dapat ditentukan dengan melihat logo dari obat tersebut apabila logonya termasuk kedalam psikotropika maka cara pembeliannya haruslah menggunakan tata cara perundang-undangan, yaitu cara pembeliannya haruslah menggunakan resep dokter, yang mana dalam kasus Tora Sudiro tersebut tersangka tidak dapat menunjukkan atas kepemilikan obat dumolid berdasarkan resep dokter yang mana tercantum dalam pasal 14 ayat (4) yang mana peredaran psikotropika haruslah berdasrkan resep dokter sehingga laykalah Tora Sudiro dikenakan pasal 62 UU. No. Tahun 1997 yang mana secara tanpa hak memilik, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipdana dengan pidan paling lam 5 tahun penjara atau dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), namun mengapa tersangka malah mendapat rehabilitasi, BNN menjelaskan bahwa memang dalam pasal tersebut tidak dijelaskan tentangvrehabilitasi dan dalam pelanggaran psikotropika itu semuanya pastilah mengenai oenjara dan denda, namun tehbailitasi itu sendiri merupakan hak bagi setiap tersangka dalam kategori psikotropika terutama bagi pecandu, karena dengan rehabilitasilah pecandu dapat diobati.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPsikotropikaen_US
dc.subjectBNN dan Kesehatan (dokter)en_US
dc.subjectobat dumoliden_US
dc.titleTINJAUAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN OBAT DUMOLID MENURUT UU. NO. 5 TAHUN 1997en_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record