Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum
dc.contributor.authorFadhilah Lestari, 16912015
dc.date.accessioned2018-04-16T09:20:17Z
dc.date.available2018-04-16T09:20:17Z
dc.date.issued2018-04-06
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/6457
dc.description.abstractAsosiasi Perangkat Desa Indonesia (APDESI) mengajukan judicial review terhadap Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 huruf a dan c yang dianggap inkonstitusional dan kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Putusan 128/PUU-XIII/2015. Kedudukan desa sebagai kepanjangan tangan dari negara pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kembali dipertanyakan. Berdasar dari diskursus tersebut maka permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut : Pertama : Apa yang menjadi pertimbangan hakim Mahkamah Kontitusi dalam mengabulkan pengujian Pasal 31 huruf g dan Pasal 50 ayat 1 huruf (c) UU No. 6 Tahun 2014? Kedua : Apakah penghapusan syarat domisili bagi calon kepala desa sudah sesuai dengan kedudukan desa dalam pemerintahan desa?. Penelitian ini merupakan penitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Jenis data yang digunakan berupa bahan-bahan hukum primer berupa perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, dan bahan-bahan sekunder berupa publikasi-publikasi mengenai Pemerintahan Desa. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Pertama : dikabulkannya permohonan judicial review karena hakim berpendapat bahwa pasal-pasal a quo tersebut nyata telah melanggar pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1,2,3), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 untuk mendapatkan persamaan kedudukan di dalam hukum, memajukan diri agar dapat ikut serta membangun bangsa dan negara, mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan sebagai kepala desa dan perangkat desa, hak mempoleh perlakuan yang adil dan layak, hak turut serta atau berpartisipasi dalam pemerintahan sebagai kepala desa dan perangkat desa, serta bebas dari perlakuan diskriminatif. Kedua : putusan Mahkamah Konstitusi No. 128/PUU-XIII/2015 tidak sesuai dengan kedudukan desa yang memiliki asas rekognisi (pengakuan atas hak asal-usul) dan asas subsidiaritas (kewenangan lokal skala desa) yang diturunkan oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 pada UU Desa. Akibatnya putusan tersebut menggeser kedudukan desa yang merupakan kepanjangan tangan terbawah pemerintah pusat menjadi kepanjangan tangan pemerintah daerah dan mengakibatkan hilangnya otonomi desa.id
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaid
dc.subjectDesaid
dc.subjectPemerintahan Desaid
dc.subjectDomisiliid
dc.subjectKepala Desaid
dc.titleANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 128/PUU-XIII/2015 TERHADAP PENGHAPUSAN DOMISILI CALON KEPALA DESA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESAid
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record