Limitasi Pengajuan Peninjauan Kembali Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan Asas-asas dalam Sistem Peradilan di Indonesia
Abstract
Salah satu yang masih menjadi perdebatan dalam hukum acara pidana sampai saat
ini adalah mengenai masalah upaya hukum peninjauan kembali khususnya terkait
limitasi peninjauan kembali yang sampai sekarang dinilai masih menimbulkan
problematika diberbagai kalangan penegak hukum dan akademisi yang belum
mencerminkan kepastian dan keadilan hukum. Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-
XXI/2013 mengabulkan permohonan pengajuan peninjauan kembali lebih dari satu
kali. Namun adanya peninjauan kembali diperbolehkan secara berulang tanpa batas
yang jelas, hal ini dapat mengakibatkan suatu perkara tidak pernah mencapai titik
akhir, sehingga prinsip asas litis finiri oportet tidak akan terpenuhi. Atas
problematika tersebut tentu menarik untuk dikaji karena Mahkamah Konstitusi
membuat trobosan hukum dalam pengajuan upaya hukum peninjauan kembali yang
dapat diajukan lebih dari satu kali dan dengan tidak diaturnya ketentuan upaya
peninjauan kembali dapat mengakibatkan tidak adanya kepastian Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah, pertama, mengapa hakim Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan peninjauan kembali lebih dari satu kali, apakah
keputusan tersebut sudah sesuai dengan asas-asas dalam hukum pidana? Kedua,
Bagaimana limitasi yang ideal terhadap permohonan pengajuan peninjauan kembali
dalam praktik peradilan di Indonesia. Adapun jenis dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan pendekatan yuridis
normatif dan pendekatan yuridis sosiologis. Bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini berupa bahan hukum primer, yakni semua aturan hukum berkaitan
dengan pengajuan peninjauan kembali dan bahan hukum sekunder berupa buku,
jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan-bahan
hukum tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Sehingga hasil dari
penelitian ini menyimpulkan yaitu: Pertama, dasar pertimbangan Mahkamah
Konstitusi mengabulkan permohonan pengajuan peninjauan kembali lebih dari satu
kali didasari oleh tiga landasan yaitu perspektif Keadilan dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 kemudian perspektif hak asasi manusia dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 dan ide falibilitas. Kedua,
limitasi yang ideal terhadap permohonan pengajuan peninjauan kembali dalam
praktik peradilan di Indonesia cukup hanya dilakukan satu kali berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan beberapa asas hukum pidana yaitu prinsip
finalitas dalam putusan, Asas lites finiri oportet, Asas kepastian serta Asas Res
Judicata Proveritate Habetur.
Collections
- Master of Law [1447]