Show simple item record

dc.contributor.authorRokhimawati, Alifiyani
dc.date.accessioned2024-02-21T02:34:15Z
dc.date.available2024-02-21T02:34:15Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/47600
dc.description.abstractPada beberapa kasus, penyandang disabilitas intelektual ditemukan memiliki peran sebagai pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak yang masih berada di bawah umur. Demi memberikan keadilan bagi para korban maupun pelaku kekerasan seksual, maka hasil akhir putusan pengadilan menjadi sangat penting. Hakim harus memiliki pertimbangan yang kuat mengenai Pasal 44 KUHP terkait kemampuan bertanggung jawab yang dimiliki oleh terdakwa. Hal inilah yang selanjutnya menjadi salah satu alasan untuk mengkaji lebih dalam mengenai Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb. Putusan dengan register perkara tersebut perlu dikaji sebab dalam perkara tersebut hakim menggunakan alasan pemaaf dalam menjatuhkan putusan lepas bagi pelaku tindak pidana pencabulan anak dimana pelaku tergolong penyandang disabilitas intelektual ringan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah bagaimana ketepatan penerapan alasan pemaaf yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap perkara tindak pidana pencabulan anak yang dilakukan oleh penyandang disabilitas intelektual pada Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa majelis hakim pada Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb menyatakan bahwa terdakwa Suherman bin Abidin yang merupakan pelaku tindak pidana pencabulan anak dilepaskan dari seluruh tuntutan hukum dikarenakan terdakwa dianggap tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban karena adanya alasan pemaaf sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP. Namun, dalam hal ini majelis hakim mengesampingkan fakta bahwa terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai penyandang diabilitas intelektual berat karena skor IQ terdakwa berkisar diantara 50-55 yang dimana seseorang dengan skor tersebut digolongkan sebagai penyandang disabilitas intelektual ringan. Selain itu, terdakwa juga mampu untuk menyuruh korban dan melakukan tipu muslihat terhadap korban, maka seharusnya terdakwa masih dapat dikategorikan sebagai seseorang yang mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu, penggunaan alasan pemaaaf terhadap terdakwa yang menyandang disabilitas intelektual ringan dalam putusan ini kurang tepat.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectAlasan Pemaafen_US
dc.subjectDisabilitas Intelektualen_US
dc.subjectPertanggungjawaban Pidanaen_US
dc.titleKetepatan Alasan Pemaaf dalam Putusan Hakim terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak oleh Penyandang Disabilitas Intelektual (Studi Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM19410207


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record