Ketepatan Alasan Pemaaf dalam Putusan Hakim terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak oleh Penyandang Disabilitas Intelektual (Studi Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb)
Abstract
Pada beberapa kasus, penyandang disabilitas intelektual ditemukan memiliki peran
sebagai pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak yang masih berada di
bawah umur. Demi memberikan keadilan bagi para korban maupun pelaku
kekerasan seksual, maka hasil akhir putusan pengadilan menjadi sangat penting.
Hakim harus memiliki pertimbangan yang kuat mengenai Pasal 44 KUHP terkait
kemampuan bertanggung jawab yang dimiliki oleh terdakwa. Hal inilah yang
selanjutnya menjadi salah satu alasan untuk mengkaji lebih dalam mengenai
Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb. Putusan dengan register perkara tersebut
perlu dikaji sebab dalam perkara tersebut hakim menggunakan alasan pemaaf
dalam menjatuhkan putusan lepas bagi pelaku tindak pidana pencabulan anak
dimana pelaku tergolong penyandang disabilitas intelektual ringan. Permasalahan
yang dikaji dalam penelitian adalah bagaimana ketepatan penerapan alasan pemaaf
yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap perkara tindak
pidana pencabulan anak yang dilakukan oleh penyandang disabilitas intelektual
pada Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa majelis hakim pada Putusan Nomor 16/Pid.Sus/2019/PN Wsb menyatakan
bahwa terdakwa Suherman bin Abidin yang merupakan pelaku tindak pidana
pencabulan anak dilepaskan dari seluruh tuntutan hukum dikarenakan terdakwa
dianggap tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban karena adanya alasan
pemaaf sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP. Namun,
dalam hal ini majelis hakim mengesampingkan fakta bahwa terdakwa tidak dapat
dikategorikan sebagai penyandang diabilitas intelektual berat karena skor IQ
terdakwa berkisar diantara 50-55 yang dimana seseorang dengan skor tersebut
digolongkan sebagai penyandang disabilitas intelektual ringan. Selain itu, terdakwa
juga mampu untuk menyuruh korban dan melakukan tipu muslihat terhadap korban,
maka seharusnya terdakwa masih dapat dikategorikan sebagai seseorang yang
mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu,
penggunaan alasan pemaaaf terhadap terdakwa yang menyandang disabilitas
intelektual ringan dalam putusan ini kurang tepat.
Collections
- Law [2359]