dc.description.abstract | Tuntutan masyarakat yang menginginkan kemudahan dalam pelayanan keuangan
membuat pelaku usaha jasa keuangan terus melakukan inovasi dari transaksi
konvensional ke transaksi digital. Kemajuan teknologi keuangan ini telah
merubah sistem pembayaran yang semula dilakukan dengan tatap muka kini dapat
dilakukan dengan transaksi jarak jauh dan dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Peer to Peer Lending (P2PL) merupakan salah satu yang banyak diminati
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi
pemberi pinjaman terhadap klausula baku dalam perjanjian layanan peer to peer
lending di layanan Asetku dan mitigasi risiko bagi penyelenggara layanan peer to
peer lending di layanan Asetku. Penelitian ini menggunakan metode desktiptif
normatif berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pertama, pencantuman klausula baku dalam perjanjian
layanan P2PL belum memberikan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman
karena tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Larangan dan persyaratan
tentang penggunaan klausula baku tersebut dimaksudkan untuk menempatkan
kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak dan mencegah kemungkinan timbulnya tindakan yang merugikan
konsumen karena faktor ketidaktahuan, kedudukan yang tidak seimbang, dan
sebagainya yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk
memperoleh keuntungan. Kedua, penyelenggara layanan peer to peer lending
melakukan upaya dalam rangka mitigasi risiko pada layanan P2PL sesuai dengan
ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mensyaratkan identifikasi,
pengukuran, serta monitor dan kontrol risiko kredit dan risiko operasional yang
muncul dari semua layanan P2PL yang bertujuan untuk mencegah dan memitigasi
risiko kredit dan risiko operasional. | en_US |