dc.description.abstract | Tesis ini menganalisis perkembangan filosofi yang melandasi transformasi
hukum perusahan pasca Krisis Keuangan Asia dan perkembangan transplantasi hukum
dalam mewujudkan reformasi ekonomi melalui reformasi regulasi pasca pendemi
Covid-19. Tujuan Tesis ini adalah mengidentifikasi relevansi sistem tata kelola
perusahaan dan perbandingan hukum perusahaan beranggota tunggal di negara-negara
common law system (Inggris dan Singapura) dan civil law system (Belanda dan
Indonesia). Hasil tesis ini diharapkan dapat memperbaiki komponen hukum Perseroan
perorangan sebagai Perseroan Terbatas yang didasarkan pada teori transplantasi
hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan
pendekatan historis, pendekatan perbandingan makro, dan pendekatan perundangundangan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan
teknik analisa yang digunakan adalah teknik deskriptif kualitatif dan teknik interpretasi.
Temuan membuktikan bahwa ketidakmampuan pembentuk undang-undang yang
dipengaruhi tekanan imperatif politik dan kompleksitas sistem hukum jamak dari
belanda. Menyebabkan sejumlah pembentukan undang-undang pasca Krisis Keuangan
Asia didorong dan didikte oleh kepentingan asing (Letter of Intent oleh IMF dan Elips
Project oleh USAID), sehingga mempengaruhi pola transplantasi hukum pada proses
transformasi hukum.
Berdasarkan analisis dan evaluasi Perseroan Terbatas pra omnibus law,
ditemukan adanya ketidakpastian hukum pada tataran normatif dalam Pasal 7 ayat (1),
(5), (6), dan (7) UUPT 2007 yang secara sah diperbolehkan keberadaan perusahaan
beranggota tunggal selama 6 (enam) bulan pada Persero (BUMN) yang berbentuk
Perseroan Terbatas. Ketentuan tersebut telah menyebabkan abuse the corporate form
pada tataran teknis seperti para pendiri yang dalam praktik memperoleh badan
hukumnya telah mencederai prinsip persekutuan modal dan prinsip perjanjian dalam
Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Demikian pula, analisis dan evaluasi Perseroan
perorangan pasca omnibus law, ditemukan adanya disharmoni hukum dalam Pasal 1
angka 1 UUCK 2020 antara tataran normatif (prinsip persekutuan modal dan prinsip
perjanjian) dan tataran teknis pada stelsel pendirian (separate corporate personality)
dan prinsip deklaratif Pasal 153A dalam proses memperoleh badan hukumnya, serta
disharmonisasi dualisme sistem pada tata kelola Perseroan perorangan yang belum
mencerminkan prinsip Good Corporate Governance. Adapun saran yang dapat
diusulkan kepada pembentuk undang-undang adalah melakukan transplantasi prinsip
pemisahan modal pada Pasal 1 angka 1 UUCK 2020. Sehingga pendirian Perseroan
perorangan oleh 1 (satu) orang tidak akan menciderai prinsip persekutuan modal dan
perjanjian dalam akta pendirian, dan pendirian Perseroan Terbatas oleh 2 (dua) orang
tidak akan menciderai prinsip deklaratif dalam surat pernyataan pendirian. Demikian
pula, transplantasi bentuk indepenendsi Direksi dalam struktur manajemen internal
dewan satu tingkat (one-tier board system) melalui Dewan Direksi (Board of Directors)
di Inggris dan Singapura maupun Dewan Pengurus (Management Board) di Belanda
dalam rangka mewujudkan prinsip Good Corporate Governance. | en_US |