dc.description.abstract | Sumber keuangan yang berasal dari Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber
Daya Alam (SDA) mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang
pendapatan keuangan daerah, mengingat banyaknya potensi yang dimiliki Daerah dari
SDA. Dalam pemberlakuannya, ternyata pemberian Dana Bagi Hasil Migas ini masih
menuai problamatika, sehingga fokus penelitian ini adalah: pertama, bagaimana politik
hukum pasal yang mengatur terkait pembagian persentase Dana Bagi Hasil Migas?
kedua, bagaimana implikasi dari penerapan pasal yang mengatur terkait pembagian
persentase Dana Bagi Hasil Migas? Penelitian ini merupakan penelitian hukum
normatif, menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, dan pengumpulan
data melalui studi pustaka dan dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa: pertama, sejarah
pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menitikberatkan pada
penyamarataan ekonomi antar daerah, sehingga kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan dapat terjamin, namun dalam perumusannya masih belum dilakukan
pendalaman kajian secara komprehensif terkait besaran persentase DBH Migas
tersebut. Kedua, Undang-Undang Perimbangan Keuangan ini dalam penerapannya
masih banyak menuai problematika, diantaranya adalah terkait tidak adanya
transparansi dalam pengelolaan Migas, penyaluran DBH Migas yang tidak tepat waktu,
Pemerintah Pusat dinilai tidak memperhitungkan komponen biaya eksternalitas akibat
eksploitasi SDA, Daerah Penghasil yang seharusnya kaya karena mempunyai kekayaan
alam melimpah, justru mengalami hal sebaliknya, dan pelaksanaan Otonomi Daerah
belum terealisasi dengan baik. Adapun saran dari penulis yaitu sebaiknya dilakukan
pengkajian ulang secara komprehensif terhadap aturan yang mengatur besaran Dana
Bagi Hasil khususnya pada Sektor Migas, sehingga persentase yang diberikan lebih
proporsional dan betul-betul dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat dalam
rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah. | en_US |