Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Aroma Elmina Matha, S.H., M.H.,
dc.contributor.authorANDRI KRISTANTO
dc.date.accessioned2022-05-19T02:40:33Z
dc.date.available2022-05-19T02:40:33Z
dc.date.issued2021-12-17
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/37364
dc.description.abstractTujuan dalam penelitian ini adalah (1) Menganalisis kajian Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dalam perspektif restoratif justice (2) Menganalisis mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Jaksa Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tersebut telah memenuhi tujuan perlindungan Hak Asasi Manusia Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat Temuan data mengenai kajian peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 220 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif menunjukkan bahwa (1) dalam Pasal 3 Peraturan Kejaksaan RI No 15 Tahun 2020 menyatakan penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum. Yang dimaksud kepentingan hukum itu meliputi terdakwa meninggal, kedaluwarsanya penuntutan pidana, dan telah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terhadap seseorang atau perkara yang sama. (2) Pasal 4 menyatakan penghentian penuntutan dilakukan atas kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi. Lalu, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat, serta kesusilaan dan ketertiban umum (3) Pasal 5 ayat (5), yang menyebutkan untuk tindak pidana ayat (3) dan (4) tidak berlaku dalam hal terdapat keadaan kasuistik yang menurut pertimbangan Penuntut Umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri tidak dapat dihentikan penuntutan. Maka dari itu, Pasal 5 ayat (5) ini bisa menjadi celah untuk masalah dan juga multitafsir dalam pengaplikasian tindak pidana ayat (3) dan (4). Temuan data menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan keadilan restorative dalam kasus kecelakaan lalu lintas terdiri dari tiga tahap yaitu (1) upaya perdamaian.dimana termuat dalam pasal 9 Perja RJ dalam ayat 1 yaitu Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi (2) proses perdamaian yang diatur dalam Pasal l0 Perja RJ. Dalam proses perdamaian maka terdapat kemungkinan dua mekanisme yaitu ditolak atau berhasil. Masing-masing mekanisme ini memiliki prosedur yang berbeda sesuai dengan pasal 11 dan 12 Perja RJ (3) pelaksanaan kesepakatan perdamaian yang terbagi dalam dua cara yaitu (a) dilakukan dengan Pembayaran Ganti Rugi (b) dilakukan Dengan Melakukan Sesuatu.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectWewenangen_US
dc.subjectKejaksaan Agungen_US
dc.subjectKeadilan Restoratifen_US
dc.titlePelaksanaan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Dan Pemenuhan Hak Asasi Manusiaen_US
dc.Identifier.NIM17912099


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record