dc.description.abstract | Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Menganalisis kajian Peraturan Jaksa
Agung No. 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif dalam perspektif restoratif justice (2) Menganalisis mekanisme
penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan
Jaksa Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tersebut telah memenuhi tujuan perlindungan
Hak Asasi Manusia
Penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma
hukum yang ada dalam masyarakat
Temuan data mengenai kajian peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 220
Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif menunjukkan
bahwa (1) dalam Pasal 3 Peraturan Kejaksaan RI No 15 Tahun 2020 menyatakan
penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum. Yang
dimaksud kepentingan hukum itu meliputi terdakwa meninggal, kedaluwarsanya
penuntutan pidana, dan telah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap
terhadap seseorang atau perkara yang sama. (2) Pasal 4 menyatakan penghentian
penuntutan dilakukan atas kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang
dilindungi. Lalu, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon
dan keharmonisan masyarakat, serta kesusilaan dan ketertiban umum (3) Pasal 5
ayat (5), yang menyebutkan untuk tindak pidana ayat (3) dan (4) tidak berlaku
dalam hal terdapat keadaan kasuistik yang menurut pertimbangan Penuntut
Umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala
Kejaksaan Negeri tidak dapat dihentikan penuntutan. Maka dari itu, Pasal 5
ayat (5) ini bisa menjadi celah untuk masalah dan juga multitafsir dalam
pengaplikasian tindak pidana ayat (3) dan (4).
Temuan data menunjukkan bahwa mekanisme pelaksanaan keadilan
restorative dalam kasus kecelakaan lalu lintas terdiri dari tiga tahap yaitu (1) upaya
perdamaian.dimana termuat dalam pasal 9 Perja RJ dalam ayat 1 yaitu Proses
perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa
tekanan, paksaan, dan intimidasi (2) proses perdamaian yang diatur dalam Pasal l0
Perja RJ. Dalam proses perdamaian maka terdapat kemungkinan dua mekanisme
yaitu ditolak atau berhasil. Masing-masing mekanisme ini memiliki prosedur yang
berbeda sesuai dengan pasal 11 dan 12 Perja RJ (3) pelaksanaan kesepakatan
perdamaian yang terbagi dalam dua cara yaitu (a) dilakukan dengan Pembayaran
Ganti Rugi (b) dilakukan Dengan Melakukan Sesuatu. | en_US |