Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Hj. Ni’matul Huda, SH., M.Hum
dc.contributor.authorSulismiati
dc.date.accessioned2022-03-31T04:17:20Z
dc.date.available2022-03-31T04:17:20Z
dc.date.issued2012
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/36896
dc.description.abstractPaska amandemen Undang-undang Dasar 1945 menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tinggi negara, dan sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Sejak tahun 1960 MPR menerbitkan berbagai produk hukum berupa TAP MPR, kemudian berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum, maka dilakukan peninjauan berdasarkan perubahan UUD 1945 dan MPR tidak berwenang menerbitkan Ketetapan MPR yang bersifat mengatur (regeling) hanya bersifat penetapan (beshicking). Dalam rangka penataan kembali sumber tertib hukum dan tata urutan paraturan perundang-undangan maka di keluarkanlah UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam undang-undang tersebut Ketetapan MPR tidak lagi masuk kedalam hierarki peraturan perundangundangan. Berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memasukkan kembali Tap MPR kedalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan. Kedudukan TAP MPR dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan belum jelas karena Lembaga MPR bukanlah Lembaga tertinggi negara yang berwenang untuk membuat sebuah peraturan yang bersifat Regeling (mengatur). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Teknik pengumpulan data mengunakan studi kepustakaan (library research), sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pertama, Sejak berlakunya Undangundang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Tap MPR telah kembali masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, masuknya TAP MPR kedalam hierarki tidak sesuai karena MPR bukan menjadi lembaga tertinggi negara. Berdasarkan analisis diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) huruf b dijalaskan bahwa yang di maksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectKedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011en_US
dc.titleKedudukan Ketetapan MPR Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011en_US
dc.Identifier.NIM08410051


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record