Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Runway, Taxiway Dan Apron Pada Yogyakarta International Airport
Abstract
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki banyak potensi terutama dari bidang
pariwisata dan Pendidikan sehingga memiliki tingkat interaksi yang tinggi dengan wilayah domestik
maupun mancanegara. Hal ini membuat Bandara Internasional Adisutjipto mengalami kelebihan
muatan sehingga tidak mampu untuk melayani penerbangan secara maksimal. Oleh karena itu
penerbangan komersial domestik maupun internasional dipindahkan dari Bandara Internasional
Adisutjipto ke Yogyakarta International Airport (YIA) dimana pada pembangunan bandara salah
satu hal yang penting adalah desain tebal lapis perkerasan bandara.
Penelitian ini berfokus pada lapis perkerasan Runway, Taxiway dan Apron menggunakan
dua metode yaitu metode FAA dengan bantuan FAARFIELD dan metode ICAO United States of
America Practice sebagai perhitungan manual.
Hasil desain perencanaan perkerasan lentur metode FAA pada lapisan surface, base dan
subbase adalah10 cm, 30 cm, 47,79 cm, tebal total 87,79 cm pada runway, 10 cm, 27 cm, 51,77 cm,
tebal total 88,77 cm pada taxiway, 10 cm, 33 cm, 43,19 cm, tebal total 86,19 cm pada Apron.
Menggunakan metode ICAO (International Civil Aviation Organization) United States of America
Practice) adalah 10 cm, 28,5 cm, 49,1 cm, tebal total 87,6 cm pada runway, 10 cm, 28,5 cm, 49,1
cm tebal total 87,6 cm pada taxiway, 10 cm, 28,5 cm, 49,1 cm, tebal total 87,6 cm pada apron. Hasil
desain perencanaan perkerasan kaku metode FAA pada lapisan surface, dan subbase adalah 50,24
cm, 20 cm, tebal total 70,24 cm pada runway, 50,2 cm, 22 cm, tebal total 72,2 cm pada taxiway,
49,97 cm, 24 cm, tebal total 73,97 cm pada apron. Menggunakan metode ICAO (International Civil
Aviation Organization) United States of America Practice adalah 50 cm, 20 cm,tebal total 70 cm
pada runway, 50 cm, 22 cm, tebal total 72 cm pada taxiway, 50 cm, 24 cm, tebal total 74 cm pada
apron. Dari hasil yang didapatkan terdapat perbedaan dari hasil kedua metode dikarenakan oleh
pada metode ICAO harus mencari Annual departures terhadap satu pesawat rencana sedangkan pada
metode FAA dengan Faarfield, Faarfield mendesain tebal lapis perkerasan satu per satu dan tebal
lapis perkerasan nantinya ditentukan melalui kerusakan kumulatif atau menggunakan sistem
Cumulative Damage Factor atau CDF.
Collections
- Civil Engineering [4192]