dc.description.abstract | Pembicaraan tentang ruang publik menjadi sesuatu yang normal untuk dilakukan.
Dalam dunia akademik, ruang publik bukanlah sesuatu yang asing. Pembahasan terkait ruang
publik juga menjangkau ranah media. Kompas merupakan salah satu media yang secara aktif
membicarakan ruang publik. Menurut Warner, ruang publik adalah wacana yang tidak
digerakkan oleh apapun kecuali wacana itu sendiri. Di Indonesia, ruang publik bukanlah
sesuatu yang asing dibicarakan, bahkan di wilayah akademik. Namun, ada sebuah fenomena
yang menggejala di Indonesia yakni penggunaan konsep Habermas untuk menjelaskan ruang
publik. Tulisan ini menyoal bagaimana Kompas membicarakan ruang publik serta
pengetahuan yang melatarbelakanginya. Peneliti menggunakan konsep pengetahuan dan
metodologi analisis wacana yang dikemukakan oleh Michel Foucault untuk membahas
fenomena ini.
Pertama kali Kompas membahas soal ruang publik adalah pada tahun 1995. Saat itu,
untuk menuliskan subjek ruang publik, Kompas menggunakan istilah ‘rakyat’.
Pembahasannya pun tidak jauh dari persoalan menjangkau ruang publik. Seiring berjalannya
waktu, praktik pembicaraan ruang publik oleh Kompas terus mengalami perubahan. Tahun
2003, Kompas akhirnya menggunakan istilah ‘publik’ menggantikan ‘rakyat’. Pembicaraan
mengenai apa saja yang boleh, tidak boleh, serta harus ada di ruang publik dimulai pada tahun
2008. Temuan tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan Kompas mengenai ruang publik
terus-menerus berubah. | en_US |