Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Siti Anisah, S.H., M.Hum
dc.contributor.author17912056 RENI RATNA ANGGREINI
dc.date.accessioned2021-08-06T09:01:11Z
dc.date.available2021-08-06T09:01:11Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/31416
dc.description.abstractKetentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjadi dasar aturan mengenai bidang usaha untuk kegiatan penanaman modal di Indonesia yang kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Tujuannya untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal baik dari dalam negeri maupun luar negeri serta untuk percepatan pembangunan dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kegiatan penanaman modal asing (PMA) di sektor usaha perkebunan yang diberikan kelonggaran kepemilikan modal maksimal sebesar 95% dengan syarat dicadangkan atau kemitraan dengan pelaku UMKM ternyata ternyata tidak diiringi dengan pemberian perlindungan secara intensif terhadap UMKM sehingga dalam pelaksanaanya tidak seimbang dan masih menimbulkan banyak masalah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini mengkaji asas-asas, konsep-konsep hukum, doktrin, serta analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil Penelitian ditemukan bahwa Pertama, secara substansi Perpres No. 44 Tahun 2016 telah memberikan ruang bagi perkembangan UMKM dan pemodal dalam negeri melalui program kemitraan. Namun berdasarkan hasil analisa, penerapan Perpres tersebut belum efektif dalam melakukan pemberdayaan atas kegiatan UMKM sebagai bentuk perlindungan dari pemerintah. Terlihat dari perkembangan usaha perkebunan dan jumlah UMKM yang mengalami penurunan. Terkait kemitraan, selain iklim usaha faktor lain diantaranya seperti informasi dan pendataan jumlah UMKM yang tidak terintegrasi serta faktor pengawasan yang lemah menjadi penyebabnya. Pada sisi lain diundangkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang semestinya untuk menyelesaikan permasalahan melalui penyederhanaan aturan ternyata kurang memberikan perlindungan bagi UMKM. Kedua, Kebijakan pemerintah dalam melindungi UMKM khususnya sektor perkebunan dimasa akan datang. Pada konteks kemitraan, besaran komposisi kepemilikan saham asing pada Perpres No. 44 Tahun 2016 perlu dibatasi. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya praktik culas (pelanggaran kontrak /nomine agreement) yang banyak dilakukan oleh pelaku usaha besar (PMA). Pada sisi lain, instrumen pengawasan juga harus diperhatikan, keterlibatan KPPU dalam mengawasi program kemitraan antara usaha besar dengan UMKM dalam kewenangannya perlu diatur lebih tegas dan komprehensif mengenai bentuk pengawasan itu sendiri baik didalam UU Cipta Kerja maupun dalam Peraturan Pemerintah yang akan dituangkan selanjutnya. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dikemudian hari. Kata Kunci: Perlindungan Hukum UMKM Sektor Perkebunan, Penanaman Modal Asing.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPerlindungan Hukum UMKM Sektor Perkebunanen_US
dc.subjectPenanaman Modal Asingen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sektor Perkebunan dari Dominasi Kepemilikan Modal Asing di Indonesiaen_US
dc.Identifier.NIM17912056


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record