Konsep Penyatuan Kalender Hijriah Global Perspektif Syamsul Anwar
Abstract
Masalah dalam menentukan awal bulan kamariah terkhusus pada bulan-bulan
penting (Ramaḍān, Syawal, dan Zulhijah) banyak menimbulkan polemik di tengah
masyarakat. Melihat fakta historis yang begitu memprihatinkan, kita sebagai umat
Islam tidak bisa tinggal diam, maka diperlukan pemikiran-pemikiran guna
membuat suatu sistem Kalender Islam. Dalam hal ini pemikiran Syamsul Anwar
yang paling menarik dikaji dalam menyusun Kalender Hijriah global, karena dalam
pemikiran Syamsul Anwar, dapat kita pastikan memiliki prinsip yang Astronomis
dan secara keilmuwan dapat diterima, dan tidak hanya itu saja, Syamsul Anwar juga
menggunakan pendekatan Ushul Fiqh untuk memecahkan masalah mengenai hadishadis
rukyat,
sehingga
Syamsul
Anwar
dalam
menyusun
Kalender
memiliki
prinsip
“satu
hari
satu
tanggal
di
seluruh
dunia.”
Namun
demikian
konsep
yang
disusun
oleh
Syamsul
Anwar
tidak
dapat
menyatukan
ormas
Islam
di
Indonesia
karena
tidak
menjadikan
rukyat sebagai kriteria dalam penyusunan Kalender Hijriah. Jenis
penelitian yang dilakukan dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, sedangkan pendekatan yang digunakan berupa pendekatan studi
pemikiran tokoh. Dari hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat kita ketahui
konsep yang digunakan oleh Syamsul Anwar merupakan pengembangan dari
konsep Kalender Hijriah Jamaludin abd al-Rāziq. Syamsul Anwar mengadopsi
konsep tersebut karena bukan merupakan konsep Kalender dengan prinsip Bizonal
yang membagi bumi dalam dua kawasan, dan juga karena konsep Jamaludin
diketahui paling sedikit inkonsistensinya dibandingkan dengan konsep Kalender
global yang lain, seperti konsep kalender ‘Audah dan Ummul Qurā, maka dari itu
Syamsul Anwar memilih konsep Jamaludin sebagai acuan dalam merumuskan
konsep Kalender Hijriah, yaitu konsep Kalender Unifikatif. Dan juga kelebihan dari
konsep ini, yaitu pada saat telah terjadi imkanu rukyat di wilayah barat maka wajib
memasuki bulan baru tanpa harus ditunda karena menunggu wilayah timur,
begitupun sebaliknya, tidak memaksa wilayah timur untuk memasuki bulan baru
pada saat belum terjadi ijtimak (konjungsi) karena mengikuti wilayah barat. Dengan
demikian konsep yang ditawarkan Syamsul Anwar belum bisa menyelesaikan
masalah perbedaan penentuan Kalender Hijriah pada tingkat ormas karena dari
beberapa ormas itu sendiri belum menjadikan “Penerimaan Hisab” sebagai salah
satu prinsip dalam menyusun suatu Kalender Hijriah yang terunifikasi.
Collections
- Islamic Law [646]