Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. Ni’matul Huda
dc.contributor.authorMuhammad Addi Fauzani
dc.date.accessioned2021-06-04T03:29:37Z
dc.date.available2021-06-04T03:29:37Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/28884
dc.description.abstractPenelitian ini menarik untuk dikaji disebabkan memiliki rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, apa urgensi penataan ulang desentralisasi asimetris dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Kedua, bagaimana konsep penataan ulang desentralisasi asimetris dalam NKRI? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini sebagai berikut. Pertama, pengaturan tentang desentralisasi asimetris telah dibentuk semenjak Negara Indonesia berdiri. Pengakuan terhadap desentralisasi asimetris mengalami pasang surut dalam konstitusi Indonesia, terakhir diatur dalam Pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945. Terhadap pembahasan urgensi penataan ulang desentralisasi asimetris dalam NKRI, dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Konsep desentralisasi asimetris merupakan amanah dari Pasal 18A ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) UUD NRI 1945. 2) Politik hukum pembentukan bertujuan untuk menjaga keutuhan negara bukan akselerasi pembangunan daerah. 3) Pengaturan desentralisasi asimetris status quo bersifat sporadis, tidak memiliki grand desain dan undang-undang payung (umbrella act). 4) Terjadinya resentralisasi pasca reformasi. 5) Penerapan daerah dengan konsep desentralisasi asimetris pada status quo bersifat sentralistis, tidak dibuka ruang asipirasi secara demokratis. 6) Tidak adanya indikator dan parameter yang jelas dalam hal negara menetapkan daerah menjadi daerah istimewa atau daerah khusus. 7) Belum optimalnya mekanisme pengawasan dan evaluasi. 8) Terjadinya perluasan konsep desentralisasi asimetris. Hasil penelitian yang kedua, konsep penataan ulang desentralisasi asimetris diwujudkan dengan membandingkan mekanisme penetapan entitas lain. Perlu menetapkan asas, prinsip, syarat, dan indikator serta tipologi yang digunakan dalam penetapan daerah istimewa dan daerah khusus, yang akhirnya dapat ditetapkan dalam suatu undang-undang tentang pengakuan dan penghormatan daerah istimewa dan daerah khusus. Tipologi dengan model special autonomy yaitu politik, sejarah dan budaya, administratif, ekonomi, pariwisata, daerah terluar dan perbatasan, daerah kepulauan, rawan bencana. Usulan pengawasan dan evaluasi yang berkonsekuensi pada penambahan urusan, stagnansi urusan, dan penarikan urusan pada desentralisasi asimetris dilakukan setiap 20 tahun sekali. Mekanisme penetapan daerah istimewa dan daerah khusus dapat melalui mekanisme top down dan bottom up. Untuk mencegah politik hukum otonomi daerah yang zig-zag khususnya politik hukum desentralisasi asimetris diperlukan amandemen konstitusi. Diperlukan integrasi pengelolaan kawasan ke dalam daerah yang menganut desentralisasi asimetris. Daerah dapat menerapkan prinsip propper governance dan reinventing government. Saran yang dapat diberikan, pertama, kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), agar melakukan amandemen terhadap Pasal 18B UUD NRI 1945. Kedua, kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah (dalam hal ini Presiden), dan Dewan Perwakilan Daerah, agar membentuk Undang-Undang tentang Pengakuan dan Penghormatan atas Daerah Istimewa dan Daerah Khusus.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPenataan ulangen_US
dc.subjectDesentralisasi asimetrisen_US
dc.subjectNegara Kesatuan Republik Indonesiaen_US
dc.titleUrgensi Penataan Ulang Konsep Desentralisasi Asimetris Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesiaen_US
dc.Identifier.NIM18912025


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record