KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI YANG BERAWAL DARI HUBUNGAN UTANG PIUTANG (Studi Kasus Pengadilan Negeri Sleman No.86/Pdt.G/2018/PN.Smn)
Abstract
Dalam masyarakat perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang paling
sering digunakan. Salah satunya dalam hal perjanjian jual beli tanah dalam
pelaksanaan jual beli tanah. Seperti kasus jual beli tanah dengan perjanjian jual
beli dengan hak membeli kembali yang terjadi di Sleman, Yogyakarta. Kasus jual
beli tanah ini diawali dari hubungan utang piutang antara para pihak. Menurut
Undang-undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 peralihan hak atas tanah
dikuasai oleh hukum ada. Sedangkan hukum adat tidak mengenal adanya suatu
perjanjian jual beli kembali dan hanya dianggap sebagai perjanjian gadai belaka.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini bagaimana keabsahan dari
perjanjian jual beli tanah yang berawal dari hubungan utang piutang dan
bagaimana akibat hukum dari perjanjian tersebut. Metode penelitian dalam skripsi
ini menggunakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kasus dan
perundang-undangan yang kemudian dianalisis secara sistematis. Hasil penelitian
ini bahwa perjanjian Jual Beli Tanah yang berawal mula dari hubungan utang
piutang merupakan perjanjian simulasi yang dibuat dengan pertentangan antara
kehendak dan pernyataan. Dimana perjanjian dibuat dengan mengandung kausa
yang bukan kausa yang sebenarnya atau kausa palsu yang bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam menentukan keabsahan
perjanjian harus berdasar pada syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUHP. Menurut pasal 1338 KUHPerdata semua perjanjian dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, namun bila
kesepakatan dibuat dengan melanggar syarat objektif dari syarat sah suatu
perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata. Maka perjanjian tersebut berakibat batal demi
hukum, dan dianggap tidak pernah ada dari awal.
Collections
- Law [2359]