PERLINDUNGAN HAK ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL ATAS PERADILAN YANG FAIR (Studi di Yogyakarta)
Abstract
Perlindungan terhadap anak merupakan hak asasi yang wajib didapatkan
oleh anak. Dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur
bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Berdasarkan peraturan tersebut menunjukkan tidak adanya
perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga
negara dalam memperoleh perlindungan. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 mencapai 427.498
jiwa yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki mencapai 208.790, penduduk
perempuan mencapai 218.706 serta jumlah penduduk usia anak di Kota
Yogyakarta tahun 2018 mencapai 103.808 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk
usia anak tersebut sudah selayaknya menjadi kewajiban bagi pemerintah dan
masyarakat untuk memperhatikan aspek tumbuh dan kembang anak agar serta
memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh anak, adapun salah satu yang perlu menjadi
perhatian adalah hak-hak pada kasus anak yang menjadi korban kekerasan
seksual. Berdasarkan rekap data milik Rifka Annisa Women’s Crisis Center yang
mencatat pada tahun 2020 dari bulan Januari hingga bulan Mei tercatat ada 22
kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Yogyakarta dan sekitarnya, hal
ini menunjukkan bahwa dibutuhkan peran dari seluruh pihak seperti lembaga
perlindungan anak, Aparat Penegak Hukum, serta masyarakat guna memberikan
perlindungan dan pemenuhan hak kepada anak yang menjadi korban agar dapat
mencapai suatu peradilan yang adil. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana praktik perlindungan hak anak korban kekerasan seksual atas peradilan
yang fair di Yogyakarta dan bagaimana analisis hukum hak asasi manusia
terhadap praktik perlindungan hak anak korban kekerasan seksual atas peradilan
yang fair di Yogyakarta. Secara metodologis, penelitian ini merupakan penelitian
empiris dengan pendekatan konseptual. Sebagai kesimpulan, praktik perlindungan
hak anak korban kekerasan seksual yang dilaksanakan oleh Pelayanan Terpadu
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Seksual (P2TPAKK) Rekso Dyah
Utami, Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan Perempuan
dan Anak (UPT P2TP2A) Yogyakarta, Rifka Annisa Women’s Crisis Center, serta
Aparat Penegak Hukum (APH) di Yogyakarta sudah hampir melaksanakan
tugasnya dengan fair dalam memenuhi kebutuhan hak anak sebagai korban, dan
berdasarkan hasil analisis hukum hak asasi manusia ditemukan bahwa alasan yang
membuat hak-hak anak sebagai korban belum seluruhnya dapat dijalankan sesuai
dengan ketentuannya adalah karena ditemukan adanya beberapa kelemahan
seperti belum memadainya jaminan hukum materil perlindungan hak anak korban
kekerasan seksual serta lemahnya jaminan hukum formil terhadap perlindungan
hak anak korban kekerasan seksual. Berdasarkan kesimpulan tersebut, adapun
saran yang penulis berikan adalah perlu disahkannya Rancangan Undang-Undang
tentan Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai pelengkap ketentuan, selain itu
diperlukan juga adanya sosialisasi kepada seluruh pihak seperti lembaga
perlindungan anak, APH dan masyarakat sebagai upaya pencegahan yang bersifat preventif dan represif guna melindungi anak terutama anak yang menjadi korban
kekerasan seksual agar dapat mencapai suatu peradilan yang fair.
Collections
- Law [2360]