Show simple item record

dc.contributor.advisorNi‟matul Huda
dc.contributor.author16410016 Fatma Reza Zubarita
dc.date.accessioned2021-01-26T08:08:44Z
dc.date.available2021-01-26T08:08:44Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/26778
dc.description.abstractPenelitian ini dilatarbelakangi oleh kedudukan peran ganda gubernur yaitu sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah yang masih mengalami persoalan. Hal ini terlihat bahwa masih terdapatnya tarik ulur kewenangan, baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah provinsi dengan kabupaten/kota. Penelitian ini akan menguraikan beberapa contoh kasus hubungan yang kurang optimal antara Menteri sebagai pembantu Presiden dan Gubernur sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah dalam pembagian urusan, baik dari segi aturan maupun pelaksanannya. Di satu sisi, gubernur sebagai kepala daerah akan menjalankan tugas dan kewenangannya untuk kepentingan masyarakatnya di daerah yang disesuaikan dengan visi misi saat kampanye karena gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat. Di sisi lain, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah akan menjalankan mandat dari Presiden. Sedangkan menteri merupakan wakil dari pemerintah pusat yang dipilih oleh Presiden. Perbedaan dari pemberian legitimasi yang berbeda juga menunjukkan kuatnya para pihak untuk menjalankan kewenangannya masing-masing, sehingga terkadang saling bersitegang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Pertama, Bagaimana problematik kedudukan gubernur sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah? Kedua, Bagaimana penataan kedudukan dan kewenangan gubernur dalam Negara Kesatuan yang desentralistik?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis-normatif, yang menggunakan data sekunder, dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini menyimpulkan, pertama, problematik kedudukan ganda gubernur terlihat dari sistem pembagian urusan yang belum sesuai dengan konsep negara kesatuan yang desentralistik dan perbedaan legitimasi yang berbeda, sehingga memunculkan ketegangan baik pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, kedua, penataan kedudukan dan kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yaitu sebagai jembatan pengendali antara pemerintah pusat dengan kabupaten/kota melalui koordinasi, pembinaan, dan pengawasan terhadap kabupaten/kota.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectproblematik peran ganda gubernuren_US
dc.subjectsistem pembagian urusanen_US
dc.subjectperbedaan pemberian delegasien_US
dc.titlePROBLEMATIK KEDUDUKAN GUBERNUR SEBAGAI KEPALA DAERAH DAN WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAHen_US
dc.Identifier.NIM16410016


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record