PROBLEMATIK KEDUDUKAN GUBERNUR SEBAGAI KEPALA DAERAH DAN WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kedudukan peran ganda gubernur yaitu sebagai
kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah yang masih mengalami persoalan. Hal ini
terlihat bahwa masih terdapatnya tarik ulur kewenangan, baik antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah provinsi dengan kabupaten/kota.
Penelitian ini akan menguraikan beberapa contoh kasus hubungan yang kurang optimal
antara Menteri sebagai pembantu Presiden dan Gubernur sebagai kepala daerah dan wakil
pemerintah pusat di daerah dalam pembagian urusan, baik dari segi aturan maupun
pelaksanannya. Di satu sisi, gubernur sebagai kepala daerah akan menjalankan tugas dan
kewenangannya untuk kepentingan masyarakatnya di daerah yang disesuaikan dengan visi
misi saat kampanye karena gubernur dipilih secara langsung oleh rakyat. Di sisi lain,
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah akan menjalankan mandat dari Presiden.
Sedangkan menteri merupakan wakil dari pemerintah pusat yang dipilih oleh Presiden.
Perbedaan dari pemberian legitimasi yang berbeda juga menunjukkan kuatnya para pihak
untuk menjalankan kewenangannya masing-masing, sehingga terkadang saling bersitegang.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Pertama, Bagaimana problematik kedudukan
gubernur sebagai kepala daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah menurut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah? Kedua, Bagaimana penataan
kedudukan dan kewenangan gubernur dalam Negara Kesatuan yang desentralistik?. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis-normatif, yang menggunakan data
sekunder, dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini
menyimpulkan, pertama, problematik kedudukan ganda gubernur terlihat dari sistem
pembagian urusan yang belum sesuai dengan konsep negara kesatuan yang desentralistik dan
perbedaan legitimasi yang berbeda, sehingga memunculkan ketegangan baik pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah, kedua, penataan kedudukan dan kewenangan gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yaitu sebagai jembatan pengendali antara
pemerintah pusat dengan kabupaten/kota melalui koordinasi, pembinaan, dan pengawasan
terhadap kabupaten/kota.
Collections
- Law [2308]