Penerapan Bagi Hasil Pertanian Lahan Sawah Ditinjau Dari UU No.2 Tahun 1960 Dan Hukum Islam (Studi di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta)
Abstract
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdesain deskriptif kualitatif dengan format studi kasus. Lokasi
penelitian ini adalah Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah: (1)
Menganalisis alasan pemilihan skema bagi hasil dalam pengelolaan sawah di Kecamatan Gamping. (2) Menganalisis
pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping dengan menggunakan UU No.2 Tahun 1960 dan
hukum Islam. (3) Menganalisis hambatan pelaksanaan UU No.2 Tahun 1960 dan hukum Islam di Kecamatan Gamping.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi. Data yang diperoleh diuji keabsahannya
menggunakan triangulasi sumber data. Kemudian data dianalisis menggunakan model Miles dan Huberman yaitu data
direduksi, disajikan, dan diverifikasi untuk penarikan kesimpulan dan menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.
Kesimpulan penelitian ini adalah : (1) Alasan pemilik sawah di Kecamatan Gamping memilih skema bagi hasil
dibandingkan dengan skema sewa atau membayar buruh tani dalam mengelola sawahnya karena ingin menikmati
hasilnya secara bertahap dan tidak ingin terlibat secara langsung dalam pengelolaan sawah. Alasan dari penggarap
karena adanya kemauan dari pemilik sawah. (2) Perjanjian bagi hasil sawah di Kecamatan Gamping secara umum
dilakukan secara lisan, atas dasar kepercayaan, tanpa saksi, tidak dicatatkan kepada Kepala Desa dan tidak disahkan
oleh Camat. Jangka waktu tidak ditetapkan secara jelas. Imbangan bagi hasil ditentukan sejak awal pada saat akad.
Imbangan bagi hasil yang digunakan secara umum adalah “maro” (½ bagian untuk penggarap dan ½ bagian untuk
pemilik) dengan seluruh biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh penggarap, hasil panen langsung dibagi dua.
Apabila terjadi gagal panen menjadi risiko yang ditanggung oleh penggarap. Pajak tanah sawah dibayar oleh pemilik.
Hasil pertanian yang mencapai nisab secara umum tidak langsung disisihkan zakatnya. (3) Pelaksanaan perjanjian bagi
hasil lahan sawah di Kecamatan Gamping belum sepenuhnya sesuai dengan UU No.2 Tahun 1960 dan hukum Islam. (4)
Hambatan untuk melaksanakan UU No.2 tahun 1960 dan Hukum Islam di Kecamatan Gamping karena tidak ada
sosialisasi dari pihak manapun terkait UU No.2 Tahun 1960 dan Hukum Islam dalam kerjasama pertanian, adanya
kebiasaaan yang sudah turun temurun, pemilik dan penggarap tidak mau menggunakan cara yang berbelit dan repot,
pemilik merasa sudah cukup baik dan adil dengan sistem yang biasa digunakan, dan penggarap menerima kebiasaan
yang berlaku walaupun merasa berat dan kurang adil. (5) Terdapat tiga fase dalam posisi tawar antara pemilik dan
penggarap sawah di Kecamatan Gamping yaitu dahulu jumlah penggarap lebih banyak dari pemilik sawah, saat
sekarang jumlah penggarap semakin berkurang, dan di masa mendatang jumlah penggarap akan lebih sedikit dari
pemilik sehingga dapat meningkatkan posisi tawar dari penggarap (menjadi jawaban untuk menerapkan UU no.2 Tahun
1960).
Collections
- Master of Management [408]