Show simple item record

dc.contributor.authorFurqon Robbi Abdillah, 95340020
dc.date.accessioned2020-06-09T06:49:19Z
dc.date.available2020-06-09T06:49:19Z
dc.date.issued2000
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/21180
dc.description.abstractPada suatu kawasan, stasiun merupakan sebuah node, sebuah titik, simpul atau suatu lingkaran daerah strategis dimana didalamnya terdapat berbagai aktivitas yang saling bertemu dan kemudian dapat diubah menjadi aktivitas yang lain. Sebagai bangunan publik, stasiun merupakan bangunan yang harus aksesible terhadap semua orang, baik dari pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dengan jasa transportasi tersebut (penumpang dan pengelola) maupun pihak yang yang tidak berkepentingan secara langsung (penjaja makanan, sopir taxi, abang becak, dan Iain-lain). Budaya kita (terutama pada stasiun-stasiun lama) belum mengarah pada kesadaran kepemilikan (sense of belonging) dari publik sebagai pemakai fasilitas umum, dalam hal ini publik lebih merasa sebagai pemakai saja dan menyerahkan tanggung jawab perawatan serta pemeliharaan kepada pihak pengelola sebagai lembaga yang berkepentingan. Sikap demikian muncul karena tidak adanya teritorial pribadi , sehingga ruang yang demikian dianggap sebagai ruang bersama yang pada akhirnya mengikis rasa tanggung jawab terhadap keberadaan ruang itu. Pada daerah dengan kondisi demikian, Oscar Newman (1973) mengamati akan lebih sering terjadi aktivitas-aktivitas yang menyimpang. Aktivitas ini secara ekstrim bisa diartikan sebagai tindakan yang menjurus kearah kejahatan sedangkan dalam takaran yang lebih ringan hanya sekedar perilaku yang tidak pada tempatnya. Untuk mengurangi perilaku-perilaku negatif tersebut beberapa cara sering kita lakukan yaitu menggunakan sistem kontrol konvensional dengan pengawasan oleh polisi, satpam atau pengelola. Selain menggunakan sistem diatas, desain aisitektur secara fisikal sebenarnya bisa diolah untuk mengurangi perilaku yang negartif pada suatu tempat yaitu dengan cara memunculkan bidang-bidang / areaprivate baik secara individual maupun kelompok. Area ini dikenal dengan istilah defensible space. Pada kasus ini pendekatan yang digunakan adalah dengan mengkomposisikan elemen solid dan elemen void pada site. Komposisi ini menghasilkan pendekatan komposisi single block pada elemen solid dan dengan kombinasi elemen void berupa central open system. Kedua komposisi ini merupakan sebuah upaya untuk mengurangi timbulnya ruang-ruang antara yang mengarah menjadi ruang negatif yang pada akhirnya dapat mendukung munculnya perilaku-perilaku menyimpang serta memberikan kejelasan arah oorientasi bagi pengguna.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectKomposisi Solid Voiden_US
dc.subjectPengembangan Stasiun Poncol Semarangen_US
dc.subjectUpaya Bangunanen_US
dc.subjectElemen Pembentuk Ruangen_US
dc.titleKomposisi Solid Void pada Pengembangan Stasiun Poncol Semarang Upaya Bangunan Sebagai Elemen Pembentuk Ruangen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record