IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.20/PUU-XIV/2016 TERHADAP PENERAPAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK BERUPA REKAMAN CCTV PADA TINDAK PIDANA UMUM DAN PIDANA KHUSUS DALAM HUKUM ACARA PIDANA.
Abstract
Penelitian ini berjudul “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/Puu-Xiv/2016
Terhadap Penerapan Alat Bukti Elektronik Berupa Rekaman CCTV Pada Tindak
Pidana Umum Dan Pidana Khusus Dalam Hukum Acara Pidana”. penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka, yang menggunakan objek kajian penulisan berupa
pustaka-pustaka yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, dan peraturan-peraturan
yang mempunyai kolerasi terhadap pembahasan masalah dan dirumuskan dalam
kalimat pernyataan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1)
Bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016 terhadap
Rekaman Close Circuite Television (CCTV) sebagai alat bukti elektronik pada tindak
pidana umum dan pidana khusus ?;2) Apakah rekaman Close Circuite Television
(CCTV) dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti elektronik pada semua tindak pidana
atau hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana khusus pelanggaran UU ITE ?. Paska
Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016 terkait alat bukti elektronik, pada
putusan tersebut telah “memperluas” arti dan makna dari merekam, yang dimana
tindakan merekam tidak hanya terbatas pada informasi elektronik berupa rekaman
suara saja, akan tetapi semua tindakan yang dapat merekam seperti rekaman gambar,
dan video. Sehingga rekaman CCTV juga dapat dijadikan sebagai alat perekam, karena
dalam penggunaannya digunakan satu atau bahkan lebih kamera, dan dari hasil
rekaman tersebut menghasilkan data berupa gambar video, audio, bahkan audio dan
gambar video. Selain itu pula putusan tersebut juga telah mempertegas bahwa
“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” sebagai alat bukti dilakukan
dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau
institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
penggunaan rekaman CCTV dapat dijadikan alat bukti yang sah jika dilakukan dengan
prosedur hukum yang sah, jika tidak maka perbuatan tersebut dapat diakatakan
sebagai tindakan illegal, karena bisa saja hal tersebut dikategorikan sebagai tindakan
intersepsi, dan tindakan tersebut telah melanggar hak asasi manusia dan tidak sesuai
dengan prinsip due process of law. Dikarenakan alat bukti elektronik tidak diatur
dalam KUHAP, hal ini senada dengan bunyi Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar
terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Penggunaan alat bukti
elektronik pada tindak pidana umum memang tidak ditemukan secara tertulis pada
Pasal 184 KUHAP yaitu, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan
terdakwa. Akan tetapi alat bukti elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah sesuai
dengan bunyi Pasal 5 UU ITE. Akan tetapi data rekaman CCTV tersebut masih
berkedudukan sebagai barang bukti, sampai bukti elektronik tersebut diuraikan terlebih
dahulu oleh ahli tentang digital forensic, yang nantinya keterangan dari ahli tersebut
yang digunakan sebagai alat bukti, dan dapat juga menjadi petunjuk bagi hakim untuk
memberikan keyakinan terhadap hakim.
Collections
- Master of Law [1446]