Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. Ni’matul Huda, S.H.,M.Hum
dc.contributor.authorAmril Nurman, 08912330 S.E., S.H.
dc.date.accessioned2020-02-10T07:22:43Z
dc.date.available2020-02-10T07:22:43Z
dc.date.issued2019-11-29
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/18060
dc.description.abstractDalam penelitian kajian penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 adalah untuk menjawab apa yang menjadi akar masalah yang melatarbelakangi bahwa Mahkamah Konstitusi bukan ranah menanggani sengketa Pilkada, namun sebelum adanya lembaga khusus maka lembaga Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang merupakan kompetensi absolut dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah.Berakar dari Pilkada yang merupakan ranah Pemerintah Daerah di Era Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang belum berubah masuk pada rezim pemilu. Perubahan menjadi rezim pemilu adalah sejak lahir UU No. 12 Tahun 2008 yang secara tegas termaktub pada Pasal 236 “ C ” berbunyi penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan Kepada Mahkamah Konstitusi (tertanggal 19 Oktober 2008).Akibat adanya peralihan tersebut diatas maka lahir UU No. 5 Tahun 2011 yang menggolongkan pemilihan Kepala Daerah berubah menjadi Pemilu kepala daerah, yang tercantum pada Pasal 1 ayat (4), sementara di sisi hierarki tertinggi UUD 1945 terlihat pada Original Intent Pasal 22 E berbunyi “hanya memilih DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden” tidak ada untuk pemilihan Kepala Daerah.Mengingat belum adanya lembaga lain, maka untuk penyelesaian sengketa Mahkamah Konstitusi selaku organ yang berwenang, walaupun tidak ada frase berbunyi: menambahkan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili penyelesaian sengketa Pilkada. Akan tetapi xiv kewenangan Mahakamah Konstitusi terlihat dalam aturan pada UU No. 48 Tahun 2009 (Kekuasaan Kehakiman) pada Pasal 29 ayat (1) huruf “d” berbunyi: memutus perselisihan tentang pemilihan umum, dan huruf “e” berbunyi: kewenangan lain yang di berikan oleh Undang-Undang.Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013, akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak ditindaklanjuti oleh Organ Legislator, maka lahirlah UU No. 8 Tahun 2015 ( Tentang Pilkada), sehingga hal demikian berakibat terjadi Rejudicial review serta mendorong terjadinya Amandemen kelima).en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectSengketa Pemilihanen_US
dc.subjectKepala Daerahen_US
dc.subjectPasca Putusan MKen_US
dc.titlePENYELESAIAN SENGKETA PEMILLIHAN KEPALA DAERAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 97/ PUU-XI/2013en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record