KOMUNIKASI DALAM MITIGASI BENCANA BPBD BOYOLALI DALAM MENGHADAPI ANCAMAN ERUPSI GUNUNG MERAPI
Abstract
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang masih sangat aktif di Indonesia yang pada tahun 2010 mengalami erupsi besar dan berdampak besar, seperti korban jiwa, hingga infrastruktur. Salah satu daerah yang terkena dampak dari erupsi Merapi adalah Kabupaten Boyolali Jawa Tengah yang terletak kurang lebih 17 kilometer dari Gunung Merapi. Maka dari itu, pemerintah kabupaten Boyolali harusnya memiliki strategi komunikasi bencana yang tepat guna mengatasi dampak yang akan timbul bila erupsi Merapi kembali terjadi. Berdasarkan hal tersebut, peneliti hendak menjawab pertanyaan: Bagaimana mitigasi bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali dalam menghadapi ancaman erupsi Gunung Merapi? dan Bagaimana strategi komunikasi bencana yang direncanakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali dalam menghadapi ancaman bencana erupsi Gunung Merapi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara semi terstruktur, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini menemukan bahwa, BPBD Boyolali menggunakan strategi mitigasi bencana berupa: rencana kontigensi (renkon), Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB), desa persaudaraan (sister village), desa tangguh bencana (destana), galdi lapangan, Early Warning System (EWS), papan jalur evakuasi dan papan peringatan tanda bahaya, dan jambore. Informasi mengenai kebencanaan disampaikan dengan cara sosialisasi, media sosial, aplikasi, website resmi, surat resmi, dan media cetak. Ketika pada masa normal, strategi komunikasi terdapat dua alur yaitu alur komunikasi secara struktural dan alur komunikasi secara non struktural. Alur komunikasi secara struktural, yaitu informasi mengenai status aktivias Gunung Merapi dari BPPTKG Yogyakarta disampaikan secara formal dan berurutan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali kepada masyarakat melalui jalur birokrasi. Sedangkan alur komunikasi non struktural, yaitu informasi mengenai aktifitas Gunung Merapi dari BPPTKG Yogyakarta disampaikan secara tidak formal dan tidak berurutan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali, kepada masyarakat tidak menggunakan jalur birokrasi. Pada masa darurat, strategi komunikasi lebih ke alur non struktural. BPBD menyampaikan pesan dari BPPTKG dan perintah dari Bupati tanpa
xii
melalui jalur birokrasi kepada masyarakat. Masyarakat dan BPBD saling memberi informasi dan arus informasi cepat terjadi karena saat keadaan darurat dilakukan aksi cepat untuk evakuasi.
Collections
- Communication [959]