ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13/PUU-XV/2017 DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
Abstract
Larangan perkawinan terhadap sesama pekerja dalam satu instansi yang sama disebabkan oleh frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama” yang termuat di dalam pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, karena ada frasa tersebut maka berpotensi besar pengusaha akan membuat perjanjian kerja yang memuat pelarangan perkawinan sesama pekerja dalam satu perusahaan yang sama, dan hal tersebut telah melanggar hak konstitusional warga negara, maka dari itu Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 13/PUU-XV/2017 untuk membatalkan frasa tersebut. Adapun rumusan masalah yang diajukan yaitu : Apa yang melatarbelakangi munculnya Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?; dan Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 terhadap hak konstitusional warga negara?. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan menjadikan perundang-undangan sebagai bahan utama penelitian, sumber data berupa bahan hukum primer yaitu mengkaji dengan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Putusan Mahkamah Konstisusi No. 13/PUU-XV/2017. Sedangkan bahan hukum sekunder, Teknik Pengumpulan data yang digunakan melalui cara studi pustaka, yaitu dengan mempelajari dan mengkaji buku-buku, jurnal ilmiah, artikel ilmiah dan situs internet yang terkait dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa diaturnya frasa “kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja” dalam pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bersifat mengikat karena perjanjian kerja merupakan kesepakatan para pihak yang muncul tanpa paksaan, sedangkan larangan adanya ikatan perkawinan dalam satu perusahaan dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas karyawan dan agar tidak terjadinya konflik kepentingan. Implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 bahwa frasa yang terdapat pada Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang Undang Ketenagakerjaan tidak berlaku lagi. Tidak ada larangan lagi persoalan menikah dalam satu perusahaan, karena larangan perkawinan tersebut telah bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan tersebut juga memberikan perlindungan hak konstitusional terhadap warga negara terutama dalam hak untuk berkeluarga dan hak untuk melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Berdasarkan penelitian ini penulis memberikan masukan bahwa pembatasan hak untuk berkeluarga dan hak atas pekerjaan tidak perlu dilakukan apabila setiap individu yang bekerja dalam suatu perusahaan memiliki moral dan etika yang baik. Perusahaan di Indonesia hanya berhak memutuskan hubungan kerja dengan pegawainya karena alasan produktivitas, bukan karena alasan pernikahan lagi.
Collections
- Law [2308]