Show simple item record

dc.contributor.advisorNi'matul Huda, S.H., M.Hum., Dr., Prof.,
dc.contributor.authorFITALENA RAMDONA, 14410503
dc.date.accessioned2019-03-11T04:51:08Z
dc.date.available2019-03-11T04:51:08Z
dc.date.issued2019-02-22
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13920
dc.description.abstractMenyambut Pemilu 2019, KPU sebagai pelaksana dalam penyelenggaraan Pemilu, menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan legislatif. Adapun Pasal 4 ayat (3) PKPU sarat dengan pandangan diskriminasi, yakni membatasi keikutsertaan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi dalam kesempatan dipilih menjadi anggota legislatif. Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu, bahwa terbuka bagi siapapun sekalipun pernah dipidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun penjara, sepanjang mempublikasikan status mantan terpidana yang melekat pada diri. Hal demikian, KPU sebagai suatu lembaga independen dengan berdasarkan amanat undangundang serta kewenangan atribusi yang dimilikinya dalam membuat PKPU, menjadi suatu persoalan yang bersinggungan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan. Persoalan tersebut dapat diketahui akar permasalahannya melalui penelitian mendalam terhadap latar belakang dan asas-asas pembentukan peraturan perundnag-undangan. Maka persoalan yang muncul ialah “Bagaimana latar belakang pengaturan Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 serta kedudukannya dalam hierarki peraturan perundang-undangan?” dan “Apakah pembentukan Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 telah sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan?”. Persoalan yang muncul dari Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 perlu ditelusuri melalui penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundangundangan. Persoalan tersebut dianalisis secara logis berdasarkan data yang telah dikumpulkan secara sistematis. Latar belakang filosofis dan sosiologis yang dijelaskan KPU telah sama dengan falsafah bangsa dan kebutuhan masyarakat akan kehadiran legislatif yang berkualitas dan berintegritas. Sedangakn latar belakang yuridis yang digunakan dalam kemuculan Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 memiliki kekuatan yang lemah, yakni Pasal 169 huruf d UU Pemilu tentang syarat pada bakal calon Presiden dan Wakil Presiden begitu saja diadopsi dalam PKPU; Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 1999 terkait memaknai bakal calon legislatif disamakan dengan penyelenggara negara yang memiliki konsekuensi sama, hal perlawanan terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme; Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada hanya karena termuat di dalamnya, tidak dapat ikut serta pemilihan dimaknai extraordinary crimes, padahal extraordinary crimes di Indonesia mengacu pada UU Pengadilan HAM. Adapun asas peraturan perundang-undangan yang tidak terpenuhi ialah asas formil, asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Hal demikian memperlihatkan bahwa ketidak tepatan dalam merujuk suatu landasan untuk mewadahi semangat memunculkan legislatif yang berkualitas dan berintegritas, di mana berdasarkan Pasal 28J UUD NRI 1945, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPemiluen_US
dc.subjectPKPUen_US
dc.subjectHierarkien_US
dc.subjectPembentukan Peraturan Perundang-Undanganen_US
dc.titleAnalisis Pasal 4 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun 2018 Terkait Tidak Menyertakan Mantan Terpidana Bandar Narkoba, Kejahatan Seksual Terhadap Anak, dan Korupsi Dalam Seleksi Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, Dan DPRD Kabupaten/Kotaen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record