dc.contributor.advisor | Prof. Dr. Ridwan Khairandy, S.H, M.H | |
dc.contributor.author | SATRIA SUKANANDA, 17912063 | |
dc.date.accessioned | 2019-01-29T04:03:56Z | |
dc.date.available | 2019-01-29T04:03:56Z | |
dc.date.issued | 2019-01-17 | |
dc.identifier.uri | https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/13352 | |
dc.description.abstract | Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) telah diatur di
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun dalam
pelaksanaanya masih menimbulkan banyak masalah. Permasalahan pertama adalah
ketidakjelasan aturan dan mekanisme pengawasan pelaksanaan CSR di Indonesia,
permasalahan kedua adalah pertanggungjawaban perusahaan terhadap tidak
terlaksananya CSR di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
hukum normatif. Penelitian ini mengkaji asas-asas, konsep-konsep hukum, serta
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil penelitian
menunjukan bahwa dalam perkembangannya baik secara normatif maupun empiris
telah terjadi dualisme terhadap pengawasan CSR. Pertama pengawasan CSR
dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui peraturan daerah yang tersebar secara
parsial dengan tujuan mengisi kekosongan hukum kewajiban CSR yang diatur
didalam UUPT dan UUPM. Kedua pengawasan CSR dilakukan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Dinas Penanaman modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota (DPMPTSP) melalui Peraturan Badan
Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia No.7 Tahun 2018 Tentang
Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal dengan
mekanisme pelaporan LKPM perusahaan kepada BKPM, DPMPTSP Provinsi dan
DPMPTSP kabupaten/kota yang salah satu klausulnya adalah kewajiban pelaporan
CSR perusahaan. Selanjutnya berkaitan dengan pertanggungjawaban perusahaan
terhadap tidak terlaksananya CSR juga diatur melalui dualisme pengaturan tersebut.
Oleh karena itu untuk menghindari tumpang tindih dan benturan normatif atas
pengaturan kewajiban CSR pemerintah sebaiknya segera membuat undang-undang
khusus yang mengatur CSR. Beberapa hal penting yang harus diatur yaitu
terminologi CSR, Penentuan perusahaan yang dibebani kewajiban CSR, Ruang
lingkup pelaksanaan CSR, Memberikan kewajiban bagi setiap perusahaan untuk
melaporkan kegiatan CSR nya kepada masyarakat secara berkala dalam bentuk social
reporting, Ruang lingkup pelaksanaan CSR, Regulasi pengawasan dan evaluasi
pelaksanaan CSR dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap tidak terlaksananya
kewajiban CSR. | en_US |
dc.publisher | Universitas Islam Indonesia | en_US |
dc.subject | Tanggung Jawab Sosial Perusahaan | en_US |
dc.subject | Dualisme Pengawasan | en_US |
dc.subject | Pertanggung Jawaban Perusahaaan Terhadap Pelaksanaan CSR | en_US |
dc.title | PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN TERHADAP TIDAK TERLAKSANANYA KEWAJIBAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI INDONESIA | en_US |
dc.type | Master Thesis | en_US |