Show simple item record

dc.contributor.advisorKarimatul Ummah, S.H., M.Hum.
dc.contributor.authorANGGIN ANANDIA PUTRI, 14410423
dc.date.accessioned2019-01-17T05:56:17Z
dc.date.available2019-01-17T05:56:17Z
dc.date.issued2018-12-17
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/12902
dc.description.abstractPertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan penetapan hakim dalam pemberian ijin perkawinan beda agama adalah bahwa permohonan yang diajukan oleh para pemohon telah memenuhi syarat materiil perkawinan, serta karena tidak adanya ketentuan yang mengatur secara terperinci mengenai perkawinan beda agama maka Pengadilan Negeri memberikan ijin untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Hal ini berdasarkan pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan Pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus pemberian ijin perkawinan beda agama adalah Pengadilan Negeri bagi yang beragama non Islam, dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Adapun dalam Islam aturan-aturan yg mengatur tentang boleh atau tidaknya perkawinan beda agama yang dituang dalam Kompilasi hukum Islam serta didukung oleh pendapat-pendapat ulama. Sehingga ada perbedaan pandangan dalam dua sudut pandang antara hukum positif dan hukum Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis memandang perlunya meneliti bagaimana sebenarnya hukum di Indonesia mengatur perkawinan beda agama apabila dilihat dari sudut pandang hukum positif dan hukum Islam. Rumusan masalah utama penelitian ini adalah: (1) Bagaimana praktek perkawinan beda agama di Indonesia? (2) Bagaimana aturan hukum islam di Indonesia dalam mengatur dan menyikapi perkawinan beda agama? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan empiris normatif. Seperti telah diketahui bersama bahwa di 17 Indonesia diakui lebih dari 1 (satu) agama, sehingga tidak menutup kemungkinan calon pasangan yang akan melasungkan perkawinan berbeda dalam hal agamanya. Fenomena perkawinan dengan berbeda agama banyak dijumpai di lingkungan masyarakat. Hal tersebut menjadi dasar timbulnya permasalahan dalam penerapan prinsip Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, di mana Undang-Undang perkawinan tidak memberikan ruang pengaturan bagi pasangan yang akan melangsungkan perkawinan dengan berbeda agamanya. Penulis mencoba menjabarkan aturan-aturan perkawinan beda agama yg berlaku di Indonesia dan menyimpulkan bahwa sebenarnya agama Islam sudah mengatur sedemikian rupa dalam Al-Quran dan Hadist serta ijtihad dari para ulama yg menyatakan bahwa tidak sah perkawinan beda agama itu, tetapi adapun ulama yg mengatakan bahwa itu sah-sah saja tapi dengan kriteria dan syarat khusus yg harus dipenuhi walaupun di masa yg sekarang ini sangat susah untuk memenuhi kriteria dan syarat khusus yg dimaksud.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPerkawinan Beda Agamaen_US
dc.subjectMekanisme Hukum di Indonesiaen_US
dc.subjectHukum Islamen_US
dc.titlePERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DI INDONESIAen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record