Show simple item record

dc.contributor.authorDwinopianti, Eva
dc.date.accessioned2018-12-13T07:51:47Z
dc.date.available2018-12-13T07:51:47Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/12133
dc.description.abstractPerkembangan hukum perjanjian perkawinan di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang harus diterima sebagi konfigurasi atas hakikat keberadaan hukum itu sendiri yakni guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakat agar dapat menjalani kehidupan dengan tertib, aman dan sejahtera. Pada mulanya hukum perkawinan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan selanjutnya pengaturan terkait perkawinan itupun diatur secara tersendiri dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua aturan tersebut secara umum cendrung memiliki kesamaan berekenaan menganai waktu pembuatan perjanjian perkawinan yakni dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan berlangsung. Pada tanggal 27 Oktober 2016 Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusannya Nomor 69/PUU-XIII/2015 memberi tafsir konstitusional terhadap Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pada intinya menyebutkan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilangsungkan selama dalam ikatan perkawinan. Maka berdasarkan fakta hukum tersebut maka hal demikian itu dapat berimplikasi terhadap prosedur/mekanisme pembuatan perjanjian perkawinan dan akibat hukum terhadap status harta serta pihak ketiga yang merasa dirugikan atas perjanjian tersebut. Oleh karena itu yang menjadi Obyek dalam penelitian tesis yang dilakukan penulis ialah implikasi dan akibat hukum putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap pembuatan akta perjanjian perkawinan setelah kawin yang dibuat dihadapan Notaris. Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis terhadap permasalahan tersebut ialah metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach), sehingga memperoleh hasil bahwa implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap pembuatan akta perjanjian perkawinan setelah kawin yang dibuat dihadapan Notaris merubah mekanisme hukum pembuatan perjanjian perkawinan yang kini dapat dibuat selama ikatan perkawinan berlangsung oleh Notaris tanpa harus di dahuli dengan penetapan pengadilan yang berwenang dan akibat hukum pembuatan akta perjanjian perkawinan setelah kawin sebelum Putusan MK yaitu terjadinya perubahan terhadap status harta suami-istri dan mengikat kedua belah pihak serta terhadap pihak ketiga. Kemudian daripada itu pasca Putusan MK akibat hukum pembuatan perjanjian perkawinan setalah kawin terhadap status harta bersama inheren (berkaitan erat) dengan waktu mulai berlakunya perjanjian tersebut dan mengikat terhadap pihak ketiga.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectNotarisen_US
dc.subjectPerjanjian Kawinen_US
dc.subjectPutusan Mahkamah Konstitusien_US
dc.titleImplikasi dan Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap Pembuatan Akta Perjanjian Perkawinan Setelah Kawin yang Dibuat di Hadapan Notarisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record