Show simple item record

dc.contributor.authorAl-Arif, Muhammad Yasin
dc.date.accessioned2018-12-13T01:44:17Z
dc.date.available2018-12-13T01:44:17Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/12085
dc.description.abstractGagasan pengaturan desa sebagai unit terbawah dalam hirarki susunan pemerintahan di Indonesia sejak kemerdekaan sudah didengungkan setidaknya oleh Mohammad Yamin dan Soepomo sebagai founding fathers tatkala perdebatan dalam sidang BPUPKI-PPKI untuk dirumuskan dalam konstitusi. Buah manis dari perjuangan kedua tokoh tersebut menghasilkan pengaturan desa yang dimuat dalam konstitusi. Namun sangat disayangkan karena dalam perkembangannya pengaturan desa tidak ditaati secara konsisten dalam konstitusi ketika perubahan konstitusi terjadi pada setiaperiode. Akibat keadaan ini menimbulkan inskonsistensi pengaturan desa di tengah keberadaan desa yang semakin banyak. Desa yang ada menjadi terombang-ambing, seolah tidak mempunyai dasar pijakannya. Berangkat dari diskursus tersebut, maka permasalahan yang muncul adalah, pertama, apakah eksistensi desa diatur dalam konstitusi sebelum dan sesudah perubahan? Kedua apakah rumusan dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI 1945 hasil amandemen dapat dimaknai mencakup pengertian desa?. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach), pendekatan historis dan pendekatan filosofis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer yang meliputi Risalah Sidang BPUPKI, Risalah Sidang Amandemen UUD 1945, Konstitusi Indonesia (UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, UUD NRI 1945), Naskah Akademik UU No. 6 Tahun 2014 dan UU No 6 tahun 2014. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku literatur, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini dan bahan hukum tersier, yang terdiri dari Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Inggris Indonesia, Enslikopedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, pengaturan desa dalam konstitusi dalam lintasan periodesasi sejak kemerdekaan hingga setelah perubahan hanya secara eksplisit diatur dalam konstitusi pertama yaitu pada Pasal 18 UUD 1945.Tatkala disahkannya Konstitusi RIS pada tahun 1949 di bawah naungan sistem parlementer, pengaturan desa tidak ditemukan dalam substansi isi Konstitusi RIS. Tidak jauh berbeda dengan Konstitusi RIS dalam UUDS 1950 tidak juga ditemukan secara eksplisit dalam batang tubuh UUDS 1950. Setelah perubahan sebanyak 4 (empat) tahap yang menghasilkan UUD NRI 1945 juga tidak terdapat nomenklatur desa dalam Bab Pemerintahan Daerah Pasal 18 UUD NRI 1945. Kedua, nomenklatur Masyarakat Hukum Adat yang tertuang dalam Bab Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 18B ayat (2) tidak dapat dimaknai mencakup pengertian desa. Masyarakat Hukum Adat lebih tepat disematkan dengan sebutan “desa adat” yang dalam hal ini berbeda dengan desa. Desa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan desa adat. Oleh karenanya tetah terjadi kekosongan hukum pengaturan desa dalam konstitusi pasca perubahan. Keadaan ini membawa implikasi terhadap inskonsistensi pengaturan desa di dalam peraturan organiknya atau peraturan di bawahnya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectDesaen_US
dc.subjectKonstitusien_US
dc.subjectPerubahanen_US
dc.subjectProblematika Hukumen_US
dc.titleProblematika Hukum Pengaturan Desa Dalam Konstitusi (Analisis Terhadap Pengaturan Desa Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD NRI 1945 )en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record