Show simple item record

dc.contributor.authorMarizal, Muhammad
dc.date.accessioned2018-12-12T07:49:05Z
dc.date.available2018-12-12T07:49:05Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/12076
dc.description.abstractTujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya multi akad dalam Fatwa DSN-MUI No.98/DSN-MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan Syariah dalam tinjaun hukum Islam. Berawal dari hasil ijtima’ MUI pada tahun 2015 yang lalu, pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS dianggap belum memenuhi prinsip syariah. Maka, MUI melalui DSN, mengeluarkan fatwa tersebut sebagai pedoman untuk diselenggarakan program jaminan sosial kesehatan yang sesuai dengan prinsip syariah. Penelitian ini berjenis penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual, dengan memetakan konsep-konsep akad dan khususnya multi akad dalam literartur fikih muamalah. Pelaksanan jaminan sosial di Indonesia merupakan amanat dari UUD 1945, hal ini diatur dalam UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN dan UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS. Jaminan sosial di Indonesia menggunakan dua metode, yaitu bantuan sosial dan asuransi. Bantuan sosial melalui pemerintah kepada peserta yang dikategorikan miskin dan tidak mampu untuk membayar premi, sedangkan metode asuransi dimana peserta membayar rutin premi kepada BPJS. Dari penelitian ini dihasilkan jawaban sebagai berikut; (1) hukum multi akad adalah boleh selama akad-akad yang membangunnya adalah boleh dilakukan didasari pada prinsip muamalah dimana asal dari muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya, mengenai tiga hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang pelaksanaan multi akad merupakan pengecualian pada akad-akad tertentu saja, (2) terdapat dua bentuk akad yang menggunakan formulasi multi akad, yaitu akad asuransi syariah antara peserta dengan BPJS, dan akad mudharabah musytarakah dalam investasi Dana Jaminan Sosial antara peserta, BPJS, dan pihak ketiga dalam pengembangan dana tersebut. Agar fatwa DSN tersebut dapat dijalankan oleh BPJS untuk melaksanakan program jaminan sosial kesehatan yang sesuai dengan prinsip syariah, maka fatwa harus diubah menjadi sebuah peraturan perundang-undangan agar memiliki kekuatan hukum. Karena esensi dari fatwa merupakan jawaban dari permasalahan hukum yang ada yang dikeluarkan oleh mufti atas atau tanpa permintaan dari mustafti.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectJaminan Sosial Kesehatan Syariahen_US
dc.subjectBPJSen_US
dc.subjectFatwa DSN-MUIen_US
dc.subjectMulti Akad, al-‘Uqud al-Murakkabahen_US
dc.titleMulti Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Tinjuan Hukum Islam (Analisis Terhadap Fatwa No.98/DSN-MUI/XII/2015 Tentang Pedoman Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan Syariah)en_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record