Show simple item record

dc.contributor.advisorAbdul Kholiq, S.H., M.Hum.
dc.contributor.authorAPRILIANTO SYAHPUTRA, 13410451
dc.date.accessioned2018-11-23T06:52:38Z
dc.date.available2018-11-23T06:52:38Z
dc.date.issued2018-10-19
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11705
dc.description.abstractTindak pidana korupsi sebagai tindak pidana luar biasa adalah sumber bencana terhadap negara yang notabene adalah negara dalam keadaan berkembang. Ditengah masifnya pembangunan suprastruktur dan infrastruktur negara, masih saja tetap ada orang yang tega melakukan tindakan korupsi hanya untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari negara. Terlebih pelaku tersebut tidak lain adalah seorang yang mempunyai wewenang, kewenangan, kesempatan dan kedudukan untuk menyelenggarkan roda pemerintahan. Tetapi pelaku tersebut melakukan tindakan yang sebaliknya. Atas perbuatan-perbuatan tersebut banyak sekali pejabat publik yang tersandung kasus korupsi dipidana dengan menggunakan pasal 3 UU TIPIKOR, dimana salah satu unsur dalam pasal 3 tesebut adalah mengatur tentang unsur penyalahgunaan wewenang. Yang yang menjadi pemasalahan adalah UU TIPIKOR sama sekali tidak mencamtumkan parameter yang baku baik dari sisi pengertian penyalahgunaan wewenang, maupun dari diskresi yang bersifat menyalahgunakan wewenang. Olehkarena itu lahirnya UUAP adalah bentuk jawaban atas permasalahan pemaknaan penyalahgunaan wewenang dan diskresi yang bersifat menyalahgunakan kewenangan. Dengan demikian studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk implementasi makna penyalahgunaan wewenang dalam putusan majelis hakim TIPIKOR baik sebelum berlakuknya UUAP maupun putusan setelah lahirnya UUAP dan para meter makna diskresi dalam putusan hakim dalam pandangan hukum administrasi dan hukum pidana. Dengan rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana bentuk implementasi makna penyalahgunaan wewenang dalam putusan majelis hakim sebelum dan sesudah berlakunya UUAP dan bagaimana bentuk parameter Diskresi yang bersifat menyalahgunakan kewenanggan dalam putusan TIPIKOR dalam perfektif hukum administrasi dan hukum pidana.penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normatif yaitu memahami permasalahan berdasarkan peraturan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menggunakan pendekan normatif. Dengan demikian diperoleh hasil dengan kesimpulan bahwa dasar-dasar pertimbangan hakim TIPIKOR dalam memaknai penyalahgunaan wewenang dalam pasal 3 adalah merujuk kepada Autonomie van het Materiele Strafrecht atau doktrin ajaran otonomi hukum pidana dimana hukum pidana mengadopsi konsep penyalahgunaan menurut konsep hukum administrasi dalam hal memutuskan unsur “menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya atas jabatan atau kedudukan” dan parameter memaknai diskresi yang bersifat menyalahgunakan dalam putusan hakim juga merujuk kepada tindakan dari seorang pejabat publik yang parameternya mengadopsi dari 14 hukum administrasi khusus kepada tindakan tindakan seorang pejabat publik tersebut bertentangan dengan UUAP dan AAUPB atau tidak.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectTindak pidana korupsien_US
dc.subjectPenyalahgunaan wewenangen_US
dc.subjectDiskresien_US
dc.titlei PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PASAL 3 UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH PEJABAT PUBLIK PASCA DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHANen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record