Show simple item record

dc.contributor.advisorMuzayin Nazaruddin, S.Sos., MA
dc.contributor.authorGandhis Nira Qonita, 14321045
dc.date.accessioned2018-11-22T03:51:58Z
dc.date.available2018-11-22T03:51:58Z
dc.date.issued2018-10-18
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11679
dc.description.abstractWatukarung merupakan sebuah desa wisata di wilayah Kecamatan Pringkuku (Kabupaten Pacitan, Jawa Timur) yang menjadi destinasi favorit bagi wisatawan mancanegara karena daya tarik pantainya untuk aktivitas berselancar. Sebagian dari mereka kemudian menetap dan beraktivitas dalam industri wisata setempat. Hingga tahun 2018, tercatat sebanyak 24 homestay, enam di antaranya dimiliki oleh kalangan pendatang. Dalam kondisi demikian, relasi migran dan masyarakat asli kerap mengalami hambatan komunikasi karena adanya jarak sosial di antara mereka. Atas situasi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi jarak sosial yang berlangsung dalam interaksi antara warga asing pendatang (migran) dengan penduduk asli di desa tersebut. Metode penelitian dilaksanakan secara deskriptif dengan pengumpulan data berdasarkan wawancara, observasi mendalam, dan studi dokumen. Melalui teknik sampel purposif, jumlah informan yang diwawancarai sebanyak delapan orang, terdiri atas empat warga asli dan empat migran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberagaman budaya berdampak adanya jarak sosial antara warga asing pendatang dan warga lokal di Desa Watukarung. Jarak sosial antara warga asing dan warga lokal diidentifikasi melalui prasangka, stereotipe, konflik dan diskriminasi. Stereotipe yang berkembang adalah warga asing dianggap kaya oleh warga lokal, sehingga muncul perbedaan perlakuan atau diskriminasi terkait pemberian harga jual yang lebih tinggi kepada warga asing, dan juga perbedaan iuran bulanan kepada warga asing pemilik homestay. Selain itu, warga asing menilai warga lokal tidak tepat waktu. Hal ini berkaitan dengan perbedaan persepsi waktu antara warga asing dan warga lokal. Di mana warga asing lebih disiplin waktu sedangkan warga lokal menilai waktu dari unsur-unsur magis atau spiritual. Peneliti menyimpulkan bahwa jarak sosial antara warga asing yang sering berinteraksi dengan warga lokal berdasarkan konteks dan kepentingan tertentu lebih sempit. Sebaliknya, komunikasi yang tidak efektif dan intensitas berinteraksi yang sangat minim antara warga asing dan warga lokal dapat memperlebar jarak sosial Di antara keduanya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectKomunikasi antarbudayaen_US
dc.subjectjarak sosialen_US
dc.subjectdesa wisata stereotypeen_US
dc.subjectdiskriminasien_US
dc.subjectprasangkaen_US
dc.titleJarak Sosial dalam Interaksi Pribumi dan Migran di Desa Wisata Watukarung, Kabupaten Pacitan Jawa Timuren_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record