Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. H. Abdul Jamil, SH. MH.
dc.contributor.authorMardhatillah, Elita, 09410368
dc.date.accessioned2018-05-23T15:57:19Z
dc.date.available2018-05-23T15:57:19Z
dc.date.issued2014-11-13
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/7533
dc.description.abstractPerjanjian perkawinan merupakan persetujuan antara calon suami dan calon istri untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka yang menyimpang dari persatuan harta kekayaan. Dalam Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 29 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur perbuatan hukum pembuatan perjanjian perkawinan yang dilakukan adalah sebelum atau pada saat dilangsungkannya perkawinan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris atau sosiologis hukum, yaitu pendekatan yang melihat suatu kenyataan hukum didalam masyarakat. Data yang digunakan adalah data primer dengan cara melakukan wawancara dan data sekunder dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumen berupa Penetapan Pengadilan Agama Bantul. Dalam prakteknya, terdapat pembuatan perjanjian perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami istri setelah perkawinan dilangsungkan dengan cara mengajukan permohonan Penetapan Pengadilan Agama maupun Penetapan Pengadilan Negeri. Perbuatan hukum seperti ini tidak diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam pencatatan dalam akta perkawinan maupun dampak pada pihak ketiga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang dasar dan pertimbangan Hakim dalam menetapkan permohonan penetapan tersebut serta akibat hukum bagi para pihak maupun pihak ketiga setelah adanya penetapan Pengadilan Agama. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa dasar dan pertimbangan Hakim mengabulkan permohonan penetapan perjanjian setelah perkawinan adalah adanya keyakinan hakim dalam menetapkan permohonan tersebut setelah melakukan penemuan hukum oleh hakim, tidak adanya larangan dalam membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan, adanya kesepakatan kedua belah pihak, dan berdasarkan adanya perkawinan campuran antara para pihak. Hal ini ditempuh karena Pengadilan Agama sebagai instansi hukum yang dijunjung tinggi dimana produk hukumnya harus dipatuhi oleh siapapun. Akibat hukum terhadap kedudukan harta menjadi terpisah satu sama dengan yang lainnya, sedangkan untuk pihak ketiga mempunyai kekuatan yang mengikat sepanjang penetapan tersebut pihak ketiga tidak merasa dirugikan.id
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaid
dc.subjectPertimbangan Hakim Pengadilan Agamaid
dc.subjectPerjanjian Perkawinanid
dc.titlePertimbangan Hakim Pengadilan Agama dalam Penetapan Perjanjian Perkawinan (Studi Kasus Tentang Penetapan Perjanjian Perkawinan Setelah Terjadinya Perkawinan di Pengadilan Agama Bantul)id
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record