Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Dra. Rahmani Timorita Yulianti, M.Ag.
dc.contributor.authorCahyati, Seiga Khuzaema, 13423137
dc.date.accessioned2018-04-25T16:43:00Z
dc.date.available2018-04-25T16:43:00Z
dc.date.issued2017-06-02
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/7081
dc.description.abstractPerjanjian bagi hasil ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak yang disebut “penggarap” berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. Namun dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil di desa Wotan tidak terlepas dari beberapa masalah antara lain adanya permasalahan sistem bagi hasil yang diberikan di awal perjanjian yang cenderung merugikan salah satu pihak dan adanya sistem ijon dalam pembagian bagi hasilnya dimana terdapat spekulasi dalam penjualan hasil panen. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mendeskripsikan pelaksanaan bagi hasil pada akad muzara‟ah di desa Wotan Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati dengan menggunakan metode analisis deskriptif induktif. Akad muzara‟ah di desa Wotan dikenal dengan istilah perjanjian bagi hasil dan dilakukan atas dasar inisiatif sendiri dari pemilik lahan pertanian yang dilakukan secara lisan atas dasar kepercayaan. Terdapat dua sistem bagi hasil yakni bagi hasil yang diberikan di awal perjanjian dalam bentuk uang yang berlaku untuk lahan bengkok desa dan bagi hasil yang diberikan setiap masa panen berupa hasil pertanian. Perjanjian bagi hasil di desa Wotan sesuai dengan prespektif ekonomi Islam sebab ukuran besaran imbangan bagi hasil sudah ditentukan di awal perjanjian yaitu maro dan mertelu. Maro adalah bagi hasil 50% untuk pemilik lahan dan 50% untuk petani penggarap dengan syarat pupuk berasal dari pemilik lahan. Mertelu adalah bagi hasil 1/3 untuk pemilik lahan dan 2/3 untuk petani penggarap dimana pupuk, bibit dan alat pertanian berasal dari petani penggarap. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil dilakukan dengan sistem product and loss sharing dimana hasil dibagi sesuai porsi dan kerugian yang terjadi akibat gagal panen ditanggung kedua pihak secara adil. Namun, adanya sistem tebasan dalam penjualan hasil pertanian di desa Wotan yang dibagi hasilkan mengandung unsur ketidakjelasan (gharar).id
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaid
dc.subjectAkad Muzara‟ahid
dc.subjectBagi Hasilid
dc.subjectDesa Wotanid
dc.subjectEkonomi Islamid
dc.titlePelaksanaan Bagi Hasil Pada Pengolahan Lahan Sawah di Desa Wotan Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati dalam Akad Muzara’ahid
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record