Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. Ni'matul Huda S.H., M.hum
dc.contributor.authorMohammad Sudwi Mingharyoso, 12410328
dc.date.accessioned2018-04-25T12:27:06Z
dc.date.available2018-04-25T12:27:06Z
dc.date.issued2018-04-17
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/7052
dc.description.abstractKehadiran Badan Permusyawaratan Daerah (BPD), tidak bisa dilepaskan dari adanya keinginan untuk berbuat lebih baik bagi kemajuan bangsa dan negara. BPD hadir disaat yang bersamaan dengan adanya arus gelombang demokratisasi yang diharapkan mampu mempercepat proses pembangunan diseluruh sektor dan tingkatan khususnya desa. Oleh karena itu, pengakuan akan adanya desa beserta perangkatnya telah diatur di dalam UUD 1945 Pasal 18 dan UU No 32 Tahun 2004. Akan tetapi, melalui UU No. 6 Tahun 2014 implementasi Pasal 18 menjadi berubah karena ada semangat controlling yang dilakukan bersama Kepala Desa melalui UU tersebut. Hal ini dapat terlihat dalam hal pembuatan suatu peraturan desa yang semula dilakukan oleh BPD dengan Kepala Desa bergeser menjadi Kepala Desa dan BPD. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengambil 2 (dua) rumusan masalah yaitu, pertama, mengapa peran dan kedudukan BPD di dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2014 mengalami perubahan? Kedua, Apa kelebihan dan kekurangan pengaturan kedudukan dan peran BPD menurut UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2014? Kerangka teori yang digunakan ialah Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa. Adapun penelitian ini adalah hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka dengan fokus kajian menelaah perkembangan keberadaan BPD dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sumber data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi dokumen dan analisis data dengan deskriptif-kualitatif. Pendekatan yang digunakan ada dua yaitu pendekatan kasus dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil analisis menyimpulkan pertama, bahwa paradigma yang sentralistik terbukti gagal dalam upaya untuk mencapai pembangunan yang merata secara nasional, kedua, UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, berhasil menjembatani keberlangsungan otonomi dalam beberapa tingkatkan khususnya desa. Kedepan harus ada langkah perubahan bagi berjalannya tata kelola pemerintahan desa yang efektif dan efisien dengan tetap mengutakan rakyat sebagai kunci pembangunan secara nasional melalui SDM yang kuat di tingkatan desa.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectkedudukanen_US
dc.subjectperan dan fungsien_US
dc.subjectbadan permusyawaratan desaen_US
dc.titleKEDUDUKAN, PERAN DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) PASCA REFORMASI (DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA)en_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record