Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Drs. Muntoha S.H., M.Ag
dc.contributor.authorAMALIA KARUNIA PUTRI , 14410216
dc.date.accessioned2018-04-24T11:58:23Z
dc.date.available2018-04-24T11:58:23Z
dc.date.issued2018-04-12
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/6964
dc.description.abstractSejatinya pengaturan mengenai metode konversi suara menjadi kursi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif). Hal tersebut dapat diketahui pada Pasal 212-213 UU Pemilu Legislatif yang secara tegas memilih sebuah formulasi untuk mengkonversi jumlah suara menjadi kursi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan angka BPP. Setelah itu ditetapkan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan. Di rumpun metode Kuota ada dua teknik penghitungan, yakni Kuota Hare dan Kuota Droop. Ciri metode Kuota adalah menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) untuk mencari harga suatu kursi di daerah pemilihan (dapil). Di Indonesia, metode ini tidak asing, karena telah dipraktikkan sejak Pemilu 1955. Langkah menghitung perolehan kursi metode Kuota Hare adalah: Pertama, menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) untuk mencari harga kursi di sebuah daerah pemilihan (Dapil), dengan cara seluruh suara sah dibagi alokasi kursi. Kedua, menghitung perolehan kursi masing-masing partai di suatu Dapil dengan jumlah perolehan kursi masing-masing partai di suatu Dapil dengan cara jumlah perolehan suara di suatu Dapil dibagi BPP. Ketiga, jika masih ada sisa kursi yang belum di distribusi, kursi dibagikan di penghitungan kedua sesuai sisa suara yang dimiliki masing-masing partai. Namun, dalam implementasinya metode penghitungan suara menggunakan hare system memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelemahan dari hare system ialah: Sistem ini memberikan peranan atau kekuasaan yang sangat kuat kepada pimpinan partai, karena kepemimpinan menentukan orang-orang yang akan dicalonkan menjadi wakil rakyat. Bahkan ada kecenderungan wakil rakyat lebih menjaga kepentingan dewan pimpinan atau partainya daripada kepentingan rakyat. Berangkat dari hal tersebut, maka muncul pertanyaan: Bagaimana implementasi metode penghitungan suara dengan menggunakan Hare System pada pemilu legislatif tahun 2014 di DPRD Kota Yogyakarta? Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat hukum normatif. Pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data menggunakan tekhnik studi bahan pustaka. Data yang terkumpul kemudian dianalisa melalui analisa deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi metode penghitungan suara dengan menggunakan hare system pada pemilu legislatif tahun 2014 di DPRD Kota Yogyakarta berjalan sesuai dengan konsep hare system itu sendiri. Akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan menyimpulkan bahwa tidak ada satupun calon legislatif terpilih yang mampu mencapai Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) pada setiap Daerah Pemilihan (Dapil). Padahal ukuran sederhana untuk menilai apakah calon legislatif itu mempunyai dukungan serta legitimasi keterpilihan dapat dilihat pada total jumlah suara yang memilih.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectMetode Penghitungan Suaraen_US
dc.subjectHare Systemen_US
dc.subjectPartai Politiken_US
dc.subjectPemilu Legislatifen_US
dc.titleIMPLEMENTASI METODE PENGHITUNGAN SUARA DENGAN MENGGUNAKAN HARE SYSTEM PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI DPRD KOTA YOGYAKARTAen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record