Show simple item record

dc.contributor.advisorM. Roem Syibly, S.Ag., M.SI.
dc.contributor.authorDwi Condro Wulan, 14421040
dc.date.accessioned2018-04-12T15:24:02Z
dc.date.available2018-04-12T15:24:02Z
dc.date.issued2018-04-05
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/6427
dc.description.abstractPerkawinan adalah sunah Allah yang menjadi hukum alam di dunia. Ikatan perkawinan dalam Hukum Islam disebut dengan miṣāqan galīẓan, yaitu suatu ikatan yang kokoh, untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Salah satu dari prosesi perkawinan adalah adanya maskawin atau mahar. Maskawin atau mahar ialah pemberian calon suami kepada calon istri sebelum, sesudah atau pada waktu berlangsungnya akad sebagai pemberian wajib yang tidak dapat diganti dengan lainnya. Budaya pemberian maskawin berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Kelurahan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara terdapat suku Banjar yang sangat menghormati dan melestarikan adat yang mereka miliki, satu diantaranya adat jujuran. Jujuran adalah suatu pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita berupa uang yang diberikan atas dasar kesepakatan. Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini yaitu penelitian lapangan dan studi pustaka dengan pendekatan normatif di lokasi penelitian yaitu Desa Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara, dengan sumber data yaitu primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu dengan wawancara dan studi kepustakaan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi jujuran dalam adat Banjar menurut hukum Islam diperbolehkan karena jujuran merupakan kebiasaan dikalangan masyarakat serta tradisi jujuran adalah bentuk dari muamalah. Namun dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak diperbolehkan apabila jujuran dimanfaatkan untuk menghalang-halangi perkawinan dengan meninggikan harga jujuran serta meninggikan harga jujuran karena kesombongan atau demi menaikkan status sosialnya dikalangan masyarakat. Marriage is the sunna of God that became the law of nature in the world. The marriage bond in Islamic Law is called miṣāqan galīẓan, a firm bond, to obey God's command and to practice it is worship. One of the marriage processions is the presence of mas kawin or mahar. Mas kawin or mahar is the provision of husband candidate to the prospective wife before, after or at the time of the contract as a mandatory provision that can not be replaced with another. The culture of mahar is different from one region to another. Sungai Malang, Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara have Banjar tribe which is very respect and preserve their custom, one of them is customs of jujuran. Jujuran is a gift from a prospective groom to a prospective bride in the form of money given on the basis of an agreement. The type of research used in preparing this thesis is field research and literature study with normative approach in the research location of Sungai Malang Amuntai Tengah Hulu Sungai, with primary and secondary data sources. Data collection technique is by interview and literature study. The results of this study indicate that the tradition of jujuran in Banjar custom according to Islamic law is permissible because the truth is a habit among people and the tradition of jujuran is a form of muamalah. But it can be said that something is not allowed if the luck is used to prevent marriage by raising the price of jujuran and increasing the price of jujuran because of arrogance or for raising social status among people.id
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaid
dc.subjectmaharid
dc.subjectperkawinanid
dc.subjectadatid
dc.subjectjujuranid
dc.subject'urfen_US
dc.subjectdowryen_US
dc.subjectmarriageen_US
dc.subjectcustomen_US
dc.titlePANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI JUJURAN DALAM PROSESI PERKAWINAN ADAT BANJAR DI KELURAHAN SUNGAI MALANG KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARAid
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record