dc.description.abstract | Penelitian ini dilatarbelakangi oleh data yang diperoleh melalui Ditreskrimum
Polda DIY yang menunjukkan bahwa terdapat kasus kekerasan seksual yang
pernah ditangani oleh Pihak Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dari tahun
2022 hingga tahun 2024. Hal ini membuat pihak Ditreskrimum Polda DIY
melakukan upaya penegakan hukum untuk menindaklanjuti kasus kekerasan
seksual. Namun dalam penegakan hukumnya, pihak Ditreskrimum Polda DIY
masih menemui beberapa faktor penghambat seperti kurangnya jumlah penyidik,
lamanya perhitungan restitusi korban oleh LPSK, Tidak adanya Ruangan
Pelayanan Khusus di Polda DIY, dan adanya pihak yang tidak hadir dalam proses
penyidikan. Dari latar belakang tersebut memunculkan rumusan masalah yaitu
Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan
Seksual Secara Fisik dan Nonfisik oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta?;
Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan
Seksual Secara Fisik dan Nonfisik oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta?;
dan Apa yang menjadi Hambatan bagi Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam melakukan Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan
Seksual Secara Fisik dan Nonfisik?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
hukum empiris dengan pendekatan sosiologis. Sumber data penelitian yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan teknik analisis data
berupa deskriptif-kualitatif. Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan
bahwa upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual
secara fisik dan nonfisik oleh Polda DIY dilakukan dengan pendekatan non-penal
berupa upaya pre-emtif yaitu penyuluhan tentang perlindungan dan pencegahan
kekerasan seksual kepada masyarakat, dan upaya preventif dengan melakukan
operasi kepolisian secara rutin. Dan pendekatan secara penal berupa upaya
represif yaitu melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan
perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual yang diberikan oleh Polda
DIY adalah memberikan bantuan medis dengan pemeriksaan ke RSUD Sleman dan
RIFKA ANISA, serta bantuan non-medis berupa pendampingan oleh LPSK,
DP3AP2 DIY, dan UPTD-PPA Sleman. Kemudian faktor yang menjadi hambatan
Polda DIY dalam melakukan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
kekerasan seksual secara fisik dan nonfisik adalah kurangnya jumlah penyidik,
lamanya proses perhitungan restitusi oleh pihak LPSK, Tidak adanya Ruangan
Pelayanan Khusus di Polda DIY, dan adanya pihak yang tidak hadir dalam proses
penyidikan. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penambahan personil
penyidik Subdit IV/Renakta Ditreskrimum Polda DIY; perlu meningkatkan
kerjasama dengan LPSK guna memberikan perlindungan hukum bagi korban; dan
pembangunan Ruangan Pelayanan Khusus segera diselesaikan guna
memaksimalkan proses penegakan hukum. | en_US |