Show simple item record

dc.contributor.authorFAJRYANI, MAGHFIRA YULIZA
dc.date.accessioned2024-06-06T04:19:42Z
dc.date.available2024-06-06T04:19:42Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/49850
dc.description.abstractPenggunaan smart contract sejatinya belum mampu menjawab seluruh kebutuhan masyarakat salah satunya berkenaan dengan syarat subjektif dan objektif pada smart contract karena bersifat self-executing dan jika terjadi kesalahan algoritma pemrograman dalam jaringan blockchain bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak tersebut karena isi perjanjian tidak dapat diubah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait kepastian hukum self-executing serta bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak pada smart contract dalam jaringan blockchain. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dengan metode pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan yuridis (juridical approach). Sumber data yang diperoleh yaitu menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data melalui studi pustaka atau library research. Adapun kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini bahwa kepastian hukum eksistensi self-executing pada smart contract dalam jaringan blockchain dengan teknologi yang di desain sedemikian rupa dapat menjamin kepastian hukum berdasarkan teori penerimaan (ontvangs theorie) dan teori click-wrap agreement yang mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata, serta self-executing yang merupakan sebuah metode pada dasarnya diperbolehkan dengan syarat memenuhi kualifikasi berdasarkan ketentuan UU ITE, maka dengan memenuhi syarat tersebut akan memberikan suatu kepastian hukum. Perlindungan hukum bagi para pihak pada smart contract dalam jaringan blockchain dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Pada perlindungan hukum preventif pemerintah dan lembaga non- pemerintah senantiasa meningkatkan informasi pengaturan perlindungan konsumen dan pelaksanaan smart contract di Indonesia beserta mekanismenya secara massif, pelaku usaha harus mengedepankan asas keseimbangan dan wajib memberikan penjelasan detail terkait ketentuan atau isi perjanjian beserta akibat hukum yang timbul, serta konsumen tentunya harus menanamkan prinsip kehati- hatian pada saat pra-kontrak, memahami terlebih dahulu isi kontrak yang akan disepakati beserta akibat hukum yang timbul ketika kontrak sudah sah dan mengikat nantinya. Pada perlindungan hukum represif, smart contract yang terdesentralisasi ke dalam jaringan blockchain terdapat resiko kesalahan dalam kode atau algoritma pemrograman maka dibutuhkan perluasan makna overmacht, permasalahan lainnya pada pelaksanaan smart contract yaitu pelaku usaha cenderung menyalahgunakan keadaan yang pada akhirnya terjadi cacat kehendak, maka perlindungan hukum yang dapat dilakukan yaitu dengan mengajukan pembatalan kontrak kepada Pengadilan mengenai cacat kehendak para pihak.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectSelf-executingen_US
dc.subjectSmart Contracten_US
dc.subjectBlockchainen_US
dc.titleKepastian Hukum Eksistensi Self-executing dan Perlindungan Hukum bagi Para Pihak Pada Smart Contract dalam Jaringan Blockchainen_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM19410382


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record