dc.description.abstract | Penggunaan smart contract sejatinya belum mampu menjawab seluruh kebutuhan
masyarakat salah satunya berkenaan dengan syarat subjektif dan objektif pada
smart contract karena bersifat self-executing dan jika terjadi kesalahan algoritma
pemrograman dalam jaringan blockchain bagaimana perlindungan hukum bagi
para pihak tersebut karena isi perjanjian tidak dapat diubah. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis terkait kepastian hukum self-executing serta
bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak pada smart contract dalam
jaringan blockchain. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif
dengan metode pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan
yuridis (juridical approach). Sumber data yang diperoleh yaitu menggunakan
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data melalui
studi pustaka atau library research. Adapun kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian ini bahwa kepastian hukum eksistensi self-executing pada smart
contract dalam jaringan blockchain dengan teknologi yang di desain sedemikian
rupa dapat menjamin kepastian hukum berdasarkan teori penerimaan (ontvangs
theorie) dan teori click-wrap agreement yang mengacu pada Pasal 1320 KUH
Perdata, serta self-executing yang merupakan sebuah metode pada dasarnya
diperbolehkan dengan syarat memenuhi kualifikasi berdasarkan ketentuan UU
ITE, maka dengan memenuhi syarat tersebut akan memberikan suatu kepastian
hukum. Perlindungan hukum bagi para pihak pada smart contract dalam jaringan
blockchain dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu perlindungan hukum preventif
dan represif. Pada perlindungan hukum preventif pemerintah dan lembaga non-
pemerintah senantiasa meningkatkan informasi pengaturan perlindungan
konsumen dan pelaksanaan smart contract di Indonesia beserta mekanismenya
secara massif, pelaku usaha harus mengedepankan asas keseimbangan dan wajib
memberikan penjelasan detail terkait ketentuan atau isi perjanjian beserta akibat
hukum yang timbul, serta konsumen tentunya harus menanamkan prinsip kehati-
hatian pada saat pra-kontrak, memahami terlebih dahulu isi kontrak yang akan
disepakati beserta akibat hukum yang timbul ketika kontrak sudah sah dan
mengikat nantinya. Pada perlindungan hukum represif, smart contract yang
terdesentralisasi ke dalam jaringan blockchain terdapat resiko kesalahan dalam
kode atau algoritma pemrograman maka dibutuhkan perluasan makna
overmacht, permasalahan lainnya pada pelaksanaan smart contract yaitu pelaku
usaha cenderung menyalahgunakan keadaan yang pada akhirnya terjadi cacat
kehendak, maka perlindungan hukum yang dapat dilakukan yaitu dengan
mengajukan pembatalan kontrak kepada Pengadilan mengenai cacat kehendak
para pihak. | en_US |